Kamu biasa saja. Ntah datang darimana, latar belakang apa, semua serba abu-abu.
Kamu hanya memancing dalam diam, sesekali menggoda, tak bisa makan nasi di gunung, mengaku masuk angin, dan mengucap kata 'see you' saat berpisah. Ya, kata sakti itu yang biasanya kutanyakan, kini tersebut begitu saja.
Terakhir kau hanya bawa batu-batu kali sebagai pijakan agar tak basah. Tersenyum girang sendirian, lalu membuka telapak tanganku tanpa arti.
Sudah. Begitu saja. Entahlah. Meski kita sama dalam hal angan memelihara kuda atau berlari bersama anjing-anjing besar. Sama dalam hal berangan membesarkan anak di gunung. Namun beda dalam nasi, dalam bau tanah yang wangi, dalam kopi hangat atau es kopi, juga dalam filosofi rokok atau bir.
Ah kamu, calon bapak guru yang tak senang mengajar, yang perbincangan kita selalu diisi tawa tak henti. Apa kabar?
Biasa saja. Sesungguhnya biasa saja. Ya biasa saja.
0 komentar:
Post a Comment