Saturday, September 28, 2013

Borjuis



Beberapa di antara mereka menatapku lama, lalu menebak instan dengan tepat.
Ah, iyakah wajahku semirip itu?

Saat ini aku sedang berada dalam sebuah pernikahan megah kaum borjuis. Demi silaturahmi, rela bangun pagi dan rela pula untuk mondar-mandir berjam lamanya menggunakan pakaian adat bersunting yang membuat kepala sedikit nyeri dan gatal. Tuhan, semoga meski jodohku orang Minang, aku tak mesti menggunakan pakaian mengerikan semacam ini. Please?

Nuansa pelaminan itu merah dan emas. Dengan lampu temaram romantis menghiasi seisi ruangan. Bunga warna-warni, dekorasi cantik, yang beberapa orang penting berkawal aparat berseragam duduk secara ekslusif di kursi vip. Kaum borjuis melenggang dimana-mana menyesakkan ruangan, saling pamer pakaian pesta nan wangi. Cih.

Sebenarnya aku benci berada di tempat ini, berada di antara mereka membuatku alergi. Karena banyak pihak yang mencari muka. Kerabat yang terhitung bersilsilah jauh, entah itu saudara-saudara dari sepupunya sepupu paman nya siapa.. malah terlihat lebih sibuk dan lebih berisik dari keluarga inti. Memeluk dan menyapa setiap orang, ingin terlihat dikenali oleh seluruh tamu, cih (lagi). Apa ada yang salah dengan dunia ini?

Pffft. Andai, orang-orang ini kelak berguna untukku. Orang-orang yang menyapa basa-basi karena ada hubungan darah. Bukan hanya sekedar terpaksa demi menyambung silaturahmi.




Wednesday, September 25, 2013

Mafia vs Penyanyi Dangdut


Sebuah tukar pikiran di suatu malam sengit, saat sang visioner menggerutu berlebihan tentang pemikiran pembuat sistem negeri ini, dengan lawan si pemuja Bang Oma yang menimpali sekenanya.

Me: "Kalau misalnya, Capres cuma ada ARB dan Rhoma Irama.. Mau milih yang mana?"
He: "Ya Bakri lah, jelas!"
Me: "Ah kok gitu? Kan dia mafia? Profesor kita aja diancam dibunuh kalau nyebarin berita benar tentang banjir lumpur kemarin. Cih"
He: "Tapi negeri ini tuh mending dipimpin mafia. Kayak jaman Soeharto, meski hutang negara lebih banyak tapi yang korupsi cuma satu orang. Gak kayak sekarang, semua orang korupsi."
Me: "Hmm.. Tapi kayanya kalau Bang Oma yang kepilih lebih seru deh. Nanti pidato kenegaraannya pasti selalu dibuka soneta group. :))"
He: "..."

Stupid.
Sunday, September 22, 2013

Memori


Malam itu dimeriahkan oleh adikku yang berteriak ribut saat tim sepakbola yang entah sejak kapan menjadi kesayangannya, dibobol bertubi-tubi oleh lawan. Si Setan Merah, sebut saja. "Ah kamu, sejak kapan suka mereka? Seperti si itu saja," aku berceletuk ringan. Si adik hanya cekikikan meledek. "Masih ingat saja!"

Yah, berjuta memori yang terlempar dari masa lalu, memang terkadang melekat begitu saja dan tak mau pergi. Bagaimana tidak, bukankah orang itu yang dahulu mau menemaniku dalam ritual rutin Senin-Kamis. Melewati lorong sepi yang bercampur bebauan yang memuakkan. Mau diakui atau tidak, dia pernah sangat berjasa bagi keluarga kami.

Lalu Ibu menimpali,
"Eh iya dia sudah kerja belum?" !
"Kata rerumputan sih sudah, di pulau seberang." |
"Ohya? Ibu prospek asuransi ah!" |
"Coba aja hubungi, barangkali masih ingat sama Ibu. Hihi.." |
"Iya ya. Siapatau mau masuk kayak si Anu. Ah, tapi Ibu sakit hati sama si Anu teh. Belegug."
 
Memori lagi.
Ialah suatu momen ketika pertama kalinya si Anu mengantarku pada salah satu ritual di kala itu, dan menawarkan untuk mengantar kami ke rumah jika sudah selesai. Tapi yang dilakukannya hanyalah duduk sebentar, salam sama Ibu, lalu gelisah untuk kemudian pamit dengan alasan penting ada acara bersama teman. Iya, dia lupa akan ucapan yang menurutku penting, terlebih tidak menengok Ayah sama sekali. "Aku takut.." itu dalihnya dahulu. Perkataan yang memecahkan suatu sentimentil yang mulai terbangun pelan-pelan. Hancur.

"Si Ini sama si Ieu juga kemana yah, ah apalagi si Eta.. punya pacar baru langsung menghilang ya?" Ibu meracau. Memanggil-manggil memori.

Hmm. Mungkin memang lelaki begitu. Tipikal yang ketika memiliki maksud mendekat dan menawarkan bantuan. Tapi ketika sudah merasa tidak ada harapan, menghilang begitu saja. Membikin si Ibu kangen, wkwk.

"Sudah, nanti aku bawa satu yang bisa menggantikan mereka semua. Sebuah paket lengkap," ujarku terbahak.

Tuesday, September 10, 2013

yousee


Nama tante-tante nyentrik itu Yusi. You-see. Lafal 'you' diucapkan dengan memonyongkan bibir panjang, sementara 'see' diucapkan dengan nada mendesis sembari mengerling kedip tak wajar.

Kata orang, tante berumur 40tahunan ini bersuamikan pelaut yang jarang pulang. Sehingga untuk mengisi kesepiannya yang menyiksa jiwa raga, mengambil kerja sambilan sebagai sekretaris berbalut busana warna mentereng dengan pekerjaan utama mencari tahu kehidupan pribadi oranglain lalu menyebarkannya pada tetangga yang gemar bergosip. You-see, juga hobi menggoda lelaki ganteng menarik, tante yang berbahaya.

Individu seperti ini mungkin telah banyak beredar di pasaran. Telah menjelma menjadi seseorang yang mungkin pada saat ini berada di samping kau, yang setiap hari menyapa dengan muka ceria, atau membikin kue lalu membagikannya sebagai teman yang ramah.

Jenis spesies yang melata lalu berkembangbiak di comberan. Cakcak bodas, mun ceuk si Udin mah.

Sunday, September 1, 2013

Malarindu

 
Mungkin sakit jiwaku kambuh lagi. Ya sepertinya begitu.
Pagi buta ini aku sedang berada pinggir lautan Jawa yg anginnya mulai meninggi, sembari mengamati para pria yang sedang seru membetulkan stopper yang hampir kandas akibat diterjang ganasnya ombak Laut China Selatan lalu. Disertai perasaan was2 akibat resiko jatuh ke laut, sedikit2 menatap tombol man-over-board, bersiaga jika perlu ditekan. Haha.

Di tengah kesibukan itu, masih sempat aku mengerling pada sabit jingga yang menggantung rendah. Dan sempat-sempat mengibaratkannya dengan senyumanmu. Indah, sayang. Gila.

Ah, aku rindu. Melebihi jutaan bintang yang berserak, melebihi 400 x 5 koma sekian beam yang berlomba menghantam seabed per detik. Rinduku, lebih canggih daripada EM 710.. Literally.

 

Blog Template by BloggerCandy.com