Monday, April 21, 2014

Bukan Pilihan


Mungkin memang sudah takdir.
Bahwa aku harus dianggap yang lebih kuat dan lebih mengalah daripada wanita lainnya.
Dalam keluarga, pertemanan, maupun percintaan.
Aku mungkin memang tidak diperbolehkan menjadi lemah bagi siapapun.

Apa kah karena aku yang terlihat angkuh,
sehingga dianggap bahwa aku bisa semuanya sendiri, dan tidak membutuhkan siapa-siapa?

Dulu sekali..
Entah berapa kali, ketika pembagian kelompok.
Jika harus ada kelompok dengan satu orang wanita akibat jumlah kami ganjil, pasti aku yang dipilih. Alasannya, karena aku bisa bergaul dengan siapa saja. Sendiri pun aku tak apa, menurut mereka.

Jika ada acara berkumpul bersama teman dekat, dimana di antaranya ada yang bermasalah denganku. Terlepas siapa yang salah, aku pasti di nomor sekian-kan untuk diajak bergabung.
"Kamu ngalah dulu ya..si dia datang, nanti suasananya canggung kalau kalian bertemu", kata mereka.
Alasannya, lagi-lagi karena merasa lebih kasihan dengan pihak yg lain. Dan menganggap temanku lebih banyak, aku bisa berkumpul dengan yang lain.

Mungkin, karena itu aku menghindari bergaul dengan sesama kaumku. Karena pada akhirnya mesti aku yang lebih mengalah. Aku takut sakit hati. Aku kini memilih bergaul dengan lelaki karena mayoritas mereka pasti akan lebih mengalah padaku.

Dan kamu..
Aku salah mengira aku bisa lemah di hadapanmu.
Karena, rupanya aku juga harus lebih kuat dan mampu tidak didahulukan dari kondisi-kondisi yang membutuhkanmu.
Sekali lagi, aku tidak boleh lemah. Bahkan bagimu.

Semakin aku menginginkan sesuatu, semakin banyak pula yang menghalangi.
Mungkin Dia tak memperbolehkanku menjadi lemah.
Aku harus selalu kuat, bagi siapapun.

Jangan pernah memilih,
Karena aku bukan pilihan.

Friday, April 18, 2014

Hama


Dia bilang, aku itu layaknya parasit.
Memiliki kebiasaan buruk dalam hal disiplin, juga hobi membicarakan hal-hal tak penting.

Untuk kemudian kutularkan padanya. Melonggar dalam perencanaan dan penepatan janji, juga gemar bangun siang. Hingga vertigo akibat terlalu banyak berputar dalam kata-kata.

Dia tidak suka, bila aku menjadi hama.
Bila aku membuatnya amat merugi waktu, menurunkan performa.

Amboi, kah aku sebegitunya?

Entah.
Tapi mungkin aku lebih baik tak makan satu bulan, daripada melulu dikatakan parasit sepanjang waktu.

Sunday, April 13, 2014

Buruk

Tak kusadari, kini aku telah menjadi buruk.
Buruk sekali.
Seburuk remah roti yang menjamur busuk di pojok kaki meja.
Seburuk gatal yang menyerang pori-pori.
Aku buruk.

Dahulu aku sempat berada di titik keangkuhanku.
Dimana kurasa dunia berada di telapak kakiku.
Bahwa aku, bisa menjadi apa saja.
Dengan keseimbangan pribadi yang kukira mampu kutata cantik di atas meja.
Cantik rupa, cantik pula hatinya.
Aku yang hangat.

Dan aku lupa.
Lupa kehangatanku.

Lelaki macam mana,
yang meski kusakiti setiap hari.
Dengan kata dan laku tak pantas.
Juga cengkraman perih di sekujur tubuhnya.

Meski marah, kesal, pun sakit hati.
Tapi tak berlari pergi?

Kamu...mungkin kamu saja.
Yang menerima keburukanku dengan ikhlas.
Yang kemudian kau alirkan ke samudera luas.
Untuk menjadi tak bermakna.

Karena aku cantik,
Namun hatiku harus lebih cantik.

 

Blog Template by BloggerCandy.com