Saat itu tengah malam. Meski kota ini belum mati. Oleh besi bergerak yang melaju bising. Pun alunan life-music
kafe seberang yang semakin malam semakin kencang. Anak muda Jakarta.
Itu biasa. Teman saya pernah berkata, bisa jadi gaji mereka itu gak
lebih besar daripada kita katanya. Ya teman, andai hidup bisa dinikmati
semudah itu.
Beruntung,
kali ini tidak hanya kopi.. yang menemani saya duduk bersila di tembok
lantai tiga bak orang berniat bunuh diri. Beruntung, dalam pelepasan
penat dari menggoyangkan beam yang setelah hampir 4 pekan tak
kunjung pula berakhir. Beruntung, karena kali ini saya kembali ke dunia
nyata begitu mudah. Yang biasanya berlarut tersedot pada suatu momen.
Bagai mesin waktu,dan sulit kembali.
"Berat
banget ya?" | "..." (senyum) | "?" | "Nggak. Cuma lagi merasa,lagi
melarikan diri. Kaya punya peer bertumpuk, terus kabur liburan ke luar
negeri. Berlibur ,tapi gak tenang.." | "Nah! Ituuu!" (tiba2 bersemangat)
| "Itu apa?" | "Kaya no passion. Melakukan sesuatu, tapi ya asal ada
kerjaan aja." | "Haha. Seolah,apapun asal satu hari lagi terlewati gitu
ya? Sedih banget.." (kembali senyum)
Selamat pagi.
Bagiku
waktu selalu pagi. Di antara potongan dua puluh empat jam sehari,
bagiku pagi adalah waktu paling indah. Ketika janji-janji baru muncul
seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru
merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di
kaki pegunungan. Pagi,berarti satu hari yang melelahkan sudah terlampaui
lagi. Pagi,berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan
terlewati lagi; malam-malam panjang, gerakan tubuh resah,kerinduan,dan
helaan nafas tertahan.
(Tere-liye: Sunset Bersama Rosie)
"Tahu
nggak, terkadang.. Kita bisa bersyukur karena liat masih banyak orang
lain yang lebih susah kehidupannya. Karena ada kejadian yg sengaja Tuhan
kasih biar kita ngalamin aja. Bukan untuk nanya kenapa, tapi ya untuk
diterima." | "Hei. Kan kamu tau sudah lama aku memutuskan berhenti
bertanya? Ini semacam, sesuatu yg ditempatkan paling tinggi setelah
orangtua. Yang ketika melewati satu tempat, kamu akan geli sendiri
mengingat dulu pernah begajul naik motor bertiga untuk makan lalapan
beralas tikar.. Seperti itu, sama-sama memori indah. Bedanya, yang ini
sakit.. Kamu meringis, karena sakit." | "Hmm. Sakit.. Karena orangnya
pergi?" | "Aaah, sejak kapan kamu bisa mendeskripsikan sesuatu dengan
benar?" | "Yah. Kan i'm trying to be a better man for you.." |
"Eh? Ohh. Ehm,itu. Lagipula,bukan sesuatu yg bisa dibandingin sama orang
lain, terus karena tau ada yg lebih buruk lalu merasa tenang. Bukan
sekedar bagian perginya. Cuma, ngerasa bodoh." | "Masih banyak yg lebih bodoh kan?" | "Iyaa. Tapi, winners compare their achievements with their goals.. while losers compare with those of other people, man.." | "Tapi lagi, terkadang kamu harus berkata pada diri sendiri kalau kamu tidak bodoh, sayang.."
"I know that feeling. It's sucks."
"No, dear. I'm living. For sure. And i'm not just killing time." :)