Saturday, April 28, 2012

Obrigado


Saat itu tengah malam. Meski kota ini belum mati. Oleh besi bergerak yang melaju bising. Pun alunan life-music kafe seberang yang semakin malam semakin kencang. Anak muda Jakarta. Itu biasa. Teman saya pernah berkata, bisa jadi gaji mereka itu gak lebih besar daripada kita katanya. Ya teman, andai hidup bisa dinikmati semudah itu.

Beruntung, kali ini tidak hanya kopi.. yang menemani saya duduk bersila di tembok lantai tiga bak orang berniat bunuh diri. Beruntung, dalam pelepasan penat dari menggoyangkan beam yang setelah hampir 4 pekan tak kunjung pula berakhir. Beruntung, karena kali ini saya kembali ke dunia nyata begitu mudah. Yang biasanya berlarut tersedot pada suatu momen. Bagai mesin waktu,dan sulit kembali.

"Berat banget ya?" | "..." (senyum) | "?" | "Nggak. Cuma lagi merasa,lagi melarikan diri. Kaya punya peer bertumpuk, terus kabur liburan ke luar negeri. Berlibur ,tapi gak tenang.." | "Nah! Ituuu!" (tiba2 bersemangat) | "Itu apa?" | "Kaya no passion. Melakukan sesuatu, tapi ya asal ada kerjaan aja." | "Haha. Seolah,apapun asal satu hari lagi terlewati gitu ya? Sedih banget.." (kembali senyum)

Selamat pagi.
Bagiku waktu selalu pagi. Di antara potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu paling indah. Ketika janji-janji baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan. Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi,berarti satu hari yang melelahkan sudah terlampaui lagi. Pagi,berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang menyesakkan terlewati lagi; malam-malam panjang, gerakan tubuh resah,kerinduan,dan helaan nafas tertahan.
(Tere-liye: Sunset Bersama Rosie)


"Tahu nggak, terkadang.. Kita bisa bersyukur karena liat masih banyak orang lain yang lebih susah kehidupannya. Karena ada kejadian yg sengaja Tuhan kasih biar kita ngalamin aja. Bukan untuk nanya kenapa, tapi ya untuk diterima." | "Hei. Kan kamu tau sudah lama aku memutuskan berhenti bertanya? Ini semacam, sesuatu yg ditempatkan paling tinggi setelah orangtua. Yang ketika melewati satu tempat, kamu akan geli sendiri mengingat dulu pernah begajul naik motor bertiga untuk makan lalapan beralas tikar.. Seperti itu, sama-sama memori indah. Bedanya, yang ini sakit.. Kamu meringis, karena sakit." | "Hmm. Sakit.. Karena orangnya pergi?" | "Aaah, sejak kapan kamu bisa mendeskripsikan sesuatu dengan benar?" | "Yah. Kan i'm trying to be a better man for you.." | "Eh? Ohh. Ehm,itu. Lagipula,bukan sesuatu yg bisa dibandingin sama orang lain, terus karena tau ada yg lebih buruk lalu merasa tenang. Bukan sekedar bagian perginya. Cuma, ngerasa bodoh." | "Masih banyak yg lebih bodoh kan?" | "Iyaa. Tapi, winners compare their achievements with their goals.. while losers compare with those of other people, man.." | "Tapi lagi, terkadang kamu harus berkata pada diri sendiri kalau kamu tidak bodoh, sayang.."


 "I know that feeling. It's sucks."

"No, dear. I'm living. For sure. And i'm not just killing time." :)
Friday, April 27, 2012

But I Always Will


Karena, surveyor selalu berdusta.. bahkan gaktau ini hari apa. Fuh. T_______T

"Jadi,gimana sarang laba-labanya?.." |
"Hmm? Hehe.." |
"Iya,masih belum siap kan?" |
"Yah. Meski sadar,kenapa tidak menyerah dan berhenti?"|
"Karena.. aku mau kasih kamu kesempatan untuk percaya lagi sama orang lain.."

Tuhan. Ternyata keberuntungan belum benar-benar meninggalkan saya..
Padahal kamu tahu benar kalau obat paling mujarab ialah waktu. Dan itu sungguh klise.

Ah. Selamat dua dari tak terhingga! Semoga. :)


Karena.
Kamu masih bisa percaya.
Kamu masih bisa.
Kamu masih.
Masih. 
Monday, April 23, 2012

Firasat


Pertanda.
Entah mengapa saya selalu percaya pertanda.
Seperti pagi ini, ketika tanpa sengaja saya bisa tersadar tepat pada pukul 07.30, yang langka sekali saya dapatkan.. semenjak pulang dari Pulau Jawa.

Berkali saya pejamkan mata yang perih karena baru terpejam tiga jam saja, tapi pikiran ini terus bekerja entah untuk apa. Bahkan, lengkingan tinggi bertitle 'kerja kerjaaa, orang sukses ialah yg gak rela rejekinya dipatok sama ayam!!! :D' pun, yang rutin ter'snooze'kan berkali-kali.. belum berbunyi nyaring. Jangan tanya mengapa, saya pun tak mengerti.

Tiga pesan singkat. Satu dari sesosok manusia zaman es yang miskin emosi, yang bangun sangat pagi. Dua lainnya, membawa memori ke setiap percakapan singkat yang menjelaskan, untuk itulah senyum bangga itu saat menyebut status saya dalam keluarga. Yang menggantung jauh di bibir langit, menggema di seluruh penjuru lidah.

Sepekan terakhir ini, saya dilanda bosan. Jemu yang akut. Obsesi saya untuk menggoyangkan beam yang bebal, berubah menjadi jeritan tertahan. Pasalnya, siapa yang tidak gila hanya menjalani aktifitas yang itu-itu saja.. tidur untuk ke kantor, makan untuk ke kantor, lalu tidur untuk ke kantor lagi?

But I never crack under pressure, really. Mungkin Abang-abang disana mengerti. Ketika momen penjahilan itu sukses membuat saya berkeringat dingin memikul tanggung jawab yang, katakanlah, diada-adakan. Well, mungkin mata saya hanya terlihat yakin saat berkata "Saya tidak akan. Apapun yang terjadi, saya tidak akan resign.."

Bukan karena saya tidak punya pilihan. Tapi, karena.. mungkin inilah jalan yang Dia berikan pada saya, untuk menyebut status itu dengan bangga. Bukan getir. Ya, saya anak pertama. :)

"Karokean nyok.." |
"Nyok.. Tapi bayarin gue yak, lg kismin nih boi.." |
"Yaelah masa orang offshore gak punya duit, kemana gaji lu yang belas juta sebulan itu? Lu mah enak, gue kan punya cewek. Kudu jajanin juga.." |
"Ya kann. Dikirim.." |
"Masa semua sih? Gak percaya gw.."

Hell to the O. Iya, saya sulung. Dua adik masih bersekolah, semua perempuan.
Ayah saya sakit, adik saya dalam perawatan. Dua-duanya. Apalagi yang bisa saya bantu untuk Ibu selain itu? -___________-

Monday, April 16, 2012

Missunderstood

Sungguh,saya tidak mengerti.
Oke. Mungkin saya memang dapat dikatakan orang yang beruntung. Kata bahagia bisa saya dapatkan kapan saja, dimana saja, darimana saja.. yang secara kebetulan, hadir pada saat yang tepat. Dimana orang bertanya, jimat apa yang saya miliki.
Karena, meski mungkin seharusnya saya benar-benar tidak diinginkan pada suatu waktu, saya selalu mendapat keberanian.. ntah darimana datangnya, untuk menebalkan muka dan beraksi 'sewajarnya' terhadap siapapun. Saya, mampu, menjadi siapa saja, melupakan apa saja, jika kondisi menuntut begitu. Saya, bisa.
Maka, saya memang tidak mengerti. Kenapa banyak pribadi yang rumit. Yang berkepanjangan. Bagi saya, bahagia itu sederhana. Ibaratkan saya pernah merasa sangat menyesal karena merobekkan gaun kesayangan seseorang, yang terlampau mahal harganya untuk diganti.. ketika saya dimaki dan dicap 'mengecewakan', bahkan di 'anjing2'kan sekalipun. Saya terima, karena saya salah. Bahkan, karena keberuntungan memihak pada saya, biasanya tak lama orang tersebut berbalik meminta maaf karena telah berbuat kasar. Bagi saya, itu wajar. Itu manusia. Justru saya layak menjabat title manusia menyedihkan berbuntut kasiran jika saya berbalik merasa marah dan terhina. Karena, sekali lagi, saya salah.

Pertama, saya salah. Lalu dia salah. Impas, selesai. Lalu, bagian mana yg mesti diperumit sehingga menghalangi kebahagiaan sendiri yang.. sangat sederhana?

Semut tidak akan datang jika tidak mencium gula. Jika kau lupa menyimpan coklat manis pemberian kekasihmu di tempat yg benar, lalu secara ceroboh kau tinggalkan ke luar kota pula. Maka kesalahanmu bukan, ketika kau datang hanya bersisa gumpalan leleh berlubang?

Karena. Saya pernah berjanji, untuk datang. Meski kondisinya berubah.

"Ngil, kalau tiba harinya, urg datang pake rok dah.."
"Loh mana, katanya mau pake rok?" | "Ih masa mau jalan jauh panas2 pake rok?"

Maaf. Bila merasa terenggut. Saya kira kita baik-baik saja. Saya kira saya bisa 'mengembalikan' semangat yang dulu berlipat ganda lebihnya dari sekaleng kopi. Ternyata tidak. Saya salah. Ternyata, keberuntungan telah jauh meninggalkan saya. Terhitung 24 hari, dan 122 hari seqterusnya.. hingga hari ini. :)

Aku memang kasar, dan tidak lembut.
Agar kamu berhenti membodohkan diri, agar harimau dalam jiwa yang kau kata lemah itu bangun, dan berbalik menantangku. Bahwa kamu tidak bodoh.
Kamu pernah melakukannya satu kali, yg membuatku tersadar.. ada yg besar dan luarbiasa disana, yg akan tumbuh hebat.. jika kamu berhenti berpikir berlebihan, sayang.

Percayalah, we're bigger than our body!
(Terinspirasi manusia tanpa emosi)
Saturday, April 14, 2012

Summer



Percaya atau tidak?


Mau diam, pergi, lari, atau pasrah pun. Mau mengalihkan tak berani atau diam-diam menyelidiki. Mau memberani-beranikan diri dengan uji nyali 6 butir nada-nada yang hanya terfokus satu titik, dengan seringkali menunduk memainkan kaki, berpura bosan menghadap ke belakang sembari menahan-nahan butiran halus. Atau mau adu lihat-lihatan dengan beberapa ekspresi yang terekam sempurna.

Saya, tak bergeming. Saya buang faith itu. Jauh-jauh. Saya tatap. Dan menyingkir.
Menepis deburan-deburan yang bandel mencuat sedikit-sedikit. Menepis kelebatan-kelebatan yang nakal merampok manusia-manusia kecil di dalam pikiran.

Saya. Tidak menyesal.
Untuk datang dan berdiri. Di depan kamu (dengan radius 5 meter).

Tapi bohong. Setelah 120 hari.




Kepadamu, aku menyimpan cemburu dalam harapan yang tertumpuk oleh sesak dipenuhi ragu.
Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka. Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup. 
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanmu dan jalanku. 
Meski, diam-diam, aku masih saja menatapmu dengan cinta yang malu-malu.

Aku dan kamu, seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka? 
Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan. 
Seperti itulah cinta kita. Seperti menebak langit abu-abu.

Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan....

[Wulan Dewatra: Hujan dan Teduh]



Dan.. terakhir.
Saya tidak kembali menjadi Summer. Karena dia percaya, saya bisa.
Dia yang masih lama pulang. Dan semoga, tidak pernah lupa, kembali.

Sunday, April 8, 2012

Toples


Langit bergemuruh, mendung. Tapi belum hujan. Dan tidak berangin. Hanya hembusan kecil yang menggoyangkan daun. Hening.

Dia masih sama. Masih senang mengamati lampu jalanan yang berkedip romantis saat gerimis. Masih senang mencium bau-bauan tanah yang basah. Masih senang menikmati hal-hal tak terlihat. Tapi berbeda. Hanya mendengar, hanya melihat, hanya meraba.

Antusiasme itu hilang. Sengaja disimpan rapih dan diselimuti agar tidur panjang. Keinginannya untuk menjejak puncak-puncak gunung tertinggi, untuk mencicipi lautan berwarna-warni, untuk merekam pelangi di setiap ujung Nusantara. Kerinduannya yang begitu menggelegak, tersedot habis dalam sebuah senyuman. Hari itu akan datang, pikirnya. Suatu saat nanti.

Dia tetap bukan robot mekanik. Yang stagnan dengan rutinitas itu-itu saja. Bukan. Hanya saja, dia sedang menata prioritas, menata hari esok, menata apa yang nyata yang bisa digenggam. Bukan hanya memori. Bukan hanya alunan musik yang bergemerincing ketika hujan turun. Juga bukan hangat yang menggelitik ketika bermandikan matahari.

Tapi kepastian. Kepastian yang dikumpulkan dari setiap keping ketidakpastian. Kini dia tak lagi menunggu hujan turun, tapi berusaha membangun air terjun. Kini dia tak lagi menunggu sinar matahari datang, tapi dia berusaha membentuk perapian. Dia, tidak lagi mencari pelangi, tetapi menempelkan ribuan macam warna di seluruh penjuru dinding.

Angannya untuk merengkuh alam bebas tetap ada, rindunya terhadap tempat baru berbau wangi tetap sama. Tapi nanti. Setelah a. b. c. hingga z.. tapi nanti.

Apakah ada yang salah? Ya, ada. Terkadang jiwa kekanakannya yang haus meronta merobek selaput jiwa pekerja. Aku ingin bertualang, katanya. Aku ingin bebas, aku ingin terbang. Aku ingin. Aku ingin, sekali. Tapi nanti.

Dan rintik hujan turun satu-satu. Dia tersenyum. Teringat dingin Hutan Panaruban dengan seragam basah dan tidur beralaskan ponco kuyup. Lalu menyedot kembali rindu itu, mengikatnya dengan pita merah.

Aku akan mengeluarkanmu, semuanya tanpa sisa. Tapi nanti, ketika istanaku utuh sempurna..
Bisiknya dalam deras hujan.

"Hayang ka Solo.." | "Solo?" | "Iya, kamu pengen kemana?" | "Gaktau.. lagi gak pengen kemana-mana. Hehe.." | "Hmm, lagi jenuh banget ya kayanya?" | "Engg.. enggak sih, cuma lagi seneng menikmati rutinitas aja, bagaimana mengisi waktu dengan diri sendiri.." | "Ohya?" | "Iyaaaaa..:D"

Lampu malam berkelip, namun samar. Tersaru kabut.



♪ 'Cause love's such an old fashioned word
And love dares you to care for
The people on the edge of the light
And love dares you to change our way of
Caring about ourselves

This is our last dance
This is our last dance
This is ourselves

Under pressure
Under pressure
Pressure ♪

[Queen: Under Pressure]

Wednesday, April 4, 2012

Kabut




Sebuah pesan singkat romantis, dalam kamar kosong di Bukit Duri:
"I know you're sceptic. And you know i love you. Makannya percaya deh, emg aku kaya gini. Jd ga usah cape menerka2 :*"

Apa warnamu, aku tak tahu. Jika dulu aku pernah dengan kepercayaan diri mendeskripsikan seseorang dengan warna biru, maka hal itu kini bagiku tabu. Kenapa?

Kenapa, harus bertanya? Kenapa, harus berpikir? Harus menerka dan menduga? Kenapa, saya tidak dianugerahi kacamata kuda, penutup telinga, juga penebal hati? Kenapa, saya juga harus peduli.. pada orang-orang, yang mungkin.. menyesali pernah mengenal saya, pernah menghabiskan waktu bersama saya, pernah menjadikan saya prioritas nomor satu.. yang rupanya, sia-sia, percuma?!!

Kenapa, saya harus benci situasi kusut-masai, atau berlebihan dengan mengatakannya begitu, yang bahkan banyak oranglain tak acuh serta mengganggapnya biasa saja, lalu bersikap seolah tak ada apa-apa? Untuk apa?

Tidak. Saya tidak berlebihan. Tidak seperti seorang teman lama yang semula polos lalu berusaha sekuat tenaga agar memiliki warna namun dipaksakan, sehingga menjadi buram. Bahkan terlihat menyerupai oranglain, lalu hancur pelan-pelan. Tidak. Tapi, saya peduli. Saya sayang. Saya hanya, ingin semua orang yang saya sayangi bahagia. Dengan atau tanpa saya. Karena itu, saya selalu bertanya bukan.. selama itu berkaitan dengan saya, apa yang bisa saya bantu?

Benar. Banjir. Bandang.
Untuk lemah dengan merasa gelisah dan frustasi akibat jarak. Sangat tipikal. Menyedihkan.

Benda ini memang bebeal, tangguh. Tapi mudah kembali retak. Karena, dia masih bisa bekerja.. sekuat hati. Karena tidak mau, dan tidak akan pernah, kalah oleh tipuan, bau busuk, penganiayaan juga segala aksi murahan yang melemahkan. Dia ingin selalu bangkit, dan harus.

Bahwa peduli setan mereka tak paham, tak mengerti, pun bicara dengan asumsi sendiri. Biarlah. Sini, tukar takdir denganku. Tukar. Maka kupastikan, kau salah satu yang mengambang di Samudera Hindia, atau ditemukan gila di bawah jembatan layang.

Cobalah, untuk berempati. Dan bukan hanya menuduh. Tamat.

 

Blog Template by BloggerCandy.com