Langit bergemuruh, mendung. Tapi belum hujan. Dan tidak berangin. Hanya hembusan kecil yang menggoyangkan daun. Hening.
Dia masih sama. Masih senang mengamati lampu jalanan yang berkedip romantis saat gerimis. Masih senang mencium bau-bauan tanah yang basah. Masih senang menikmati hal-hal tak terlihat. Tapi berbeda. Hanya mendengar, hanya melihat, hanya meraba.
Antusiasme itu hilang. Sengaja disimpan rapih dan diselimuti agar tidur panjang. Keinginannya untuk menjejak puncak-puncak gunung tertinggi, untuk mencicipi lautan berwarna-warni, untuk merekam pelangi di setiap ujung Nusantara. Kerinduannya yang begitu menggelegak, tersedot habis dalam sebuah senyuman. Hari itu akan datang, pikirnya. Suatu saat nanti.
Dia tetap bukan robot mekanik. Yang stagnan dengan rutinitas itu-itu saja. Bukan. Hanya saja, dia sedang menata prioritas, menata hari esok, menata apa yang nyata yang bisa digenggam. Bukan hanya memori. Bukan hanya alunan musik yang bergemerincing ketika hujan turun. Juga bukan hangat yang menggelitik ketika bermandikan matahari.
Tapi kepastian. Kepastian yang dikumpulkan dari setiap keping ketidakpastian. Kini dia tak lagi menunggu hujan turun, tapi berusaha membangun air terjun. Kini dia tak lagi menunggu sinar matahari datang, tapi dia berusaha membentuk perapian. Dia, tidak lagi mencari pelangi, tetapi menempelkan ribuan macam warna di seluruh penjuru dinding.
Angannya untuk merengkuh alam bebas tetap ada, rindunya terhadap tempat baru berbau wangi tetap sama. Tapi nanti. Setelah a. b. c. hingga z.. tapi nanti.
Apakah ada yang salah? Ya, ada. Terkadang jiwa kekanakannya yang haus meronta merobek selaput jiwa pekerja. Aku ingin bertualang, katanya. Aku ingin bebas, aku ingin terbang. Aku ingin. Aku ingin, sekali. Tapi nanti.
Dan rintik hujan turun satu-satu. Dia tersenyum. Teringat dingin Hutan Panaruban dengan seragam basah dan tidur beralaskan ponco kuyup. Lalu menyedot kembali rindu itu, mengikatnya dengan pita merah.
Aku akan mengeluarkanmu, semuanya tanpa sisa. Tapi nanti, ketika istanaku utuh sempurna..
Bisiknya dalam deras hujan.
"Hayang ka Solo.." | "Solo?" | "Iya, kamu pengen kemana?" | "Gaktau.. lagi gak pengen kemana-mana. Hehe.." | "Hmm, lagi jenuh banget ya kayanya?" | "Engg.. enggak sih, cuma lagi seneng menikmati rutinitas aja, bagaimana mengisi waktu dengan diri sendiri.." | "Ohya?" | "Iyaaaaa..:D"
Lampu malam berkelip, namun samar. Tersaru kabut.
♪ 'Cause love's such an old fashioned word
And love dares you to care for
And love dares you to care for
The people on the edge of the light
And love dares you to change our way of
Caring about ourselves
This is our last dance
This is our last dance
This is ourselves
Under pressure
Under pressure
Pressure ♪
[Queen: Under Pressure]
0 komentar:
Post a Comment