Pada suatu malam gaul, dalam tanding persahabatan futsal dengan client yang disusul main bola sodok lucu-lucuan.. yang banyak diantara pelakunya sok ahli atau saling menertawakan saat hanya menghasilkan pantulan bola putih tanpa mengenai apa-apa:
Saya: "Aih, pengen pipis.." /
Kakak pertama: "Berani gak?" /
Saya: Senyum-senyum menggoda. "Temeniiiin~"
Kakak pertama: Beranjak, memasang kuda-kuda menemani.
Saya: Kaget. "Eeeh? Nggak lah, bercanda. Sendiri aja kali. Itu deket disana kok Wc nya.."
Kakak kedua: "Yakin Vid?"
Saya: Heran. "Iyaa?!"
Saya lalu memutarkan bola mata sembari berpikir. Khawatir berlebihan lagi? Karena orang-orang disana menatap takzim saat saya lewat? Waeeee.
Sampai kapan saya akan terlena dengan sikap di'manja'kan seperti ini? Sampai kapan saya terbiasa digendong? Sampai kapan, saya dispesialkan, diberi jempol dengan Abah karena ikut bekerja malam di dek, dipuji Bapak tua hanya karena membantu menyimpankan Tang yang bergeletak begitu saja.. hanya karena bergenre perempuan? Lain daripada yang lainnya? Sebenernya saya benci, menjadi sorotan.
"Belum saatnya Vid, belum. Nanti juga maneh akan menggantikan posisi senior-senior lu ini. Yang memegang peranan membina generasi masa depan. Ahahahaha."
Dan, malam itu akhirnya saya pertama kali mulai merasa mengerti kakak kedua. Dengan persamaan gengsi, malu memperlihatkan kelemahan di depan orang asing. Rupanya itu basic dari inovasi juga revolusi yang diciptakannya. Gengsi tidak bisa. :p
"Kita punya pe-er Vid.. Belajar ini.." (mengisyaratkan menyodok bola di meja)
Saya: "Aih, pengen pipis.." /
Kakak pertama: "Berani gak?" /
Saya: Senyum-senyum menggoda. "Temeniiiin~"
Kakak pertama: Beranjak, memasang kuda-kuda menemani.
Saya: Kaget. "Eeeh? Nggak lah, bercanda. Sendiri aja kali. Itu deket disana kok Wc nya.."
Kakak kedua: "Yakin Vid?"
Saya: Heran. "Iyaa?!"
Saya lalu memutarkan bola mata sembari berpikir. Khawatir berlebihan lagi? Karena orang-orang disana menatap takzim saat saya lewat? Waeeee.
Sampai kapan saya akan terlena dengan sikap di'manja'kan seperti ini? Sampai kapan saya terbiasa digendong? Sampai kapan, saya dispesialkan, diberi jempol dengan Abah karena ikut bekerja malam di dek, dipuji Bapak tua hanya karena membantu menyimpankan Tang yang bergeletak begitu saja.. hanya karena bergenre perempuan? Lain daripada yang lainnya? Sebenernya saya benci, menjadi sorotan.
"Belum saatnya Vid, belum. Nanti juga maneh akan menggantikan posisi senior-senior lu ini. Yang memegang peranan membina generasi masa depan. Ahahahaha."
Dan, malam itu akhirnya saya pertama kali mulai merasa mengerti kakak kedua. Dengan persamaan gengsi, malu memperlihatkan kelemahan di depan orang asing. Rupanya itu basic dari inovasi juga revolusi yang diciptakannya. Gengsi tidak bisa. :p
"Kita punya pe-er Vid.. Belajar ini.." (mengisyaratkan menyodok bola di meja)
Terngiang adegan emosi jiwa saat membuat sebuah report,
saat berharap teman back-to-back menambahkan isinya,
tapi hanya memberi notes di dinding meja.
"Aing teu butuh koreksi, anjis" disertai tindakan dramatikal,
meremas sang kertas kuning, lalu melemparnya jauh-jauh.
Disusul tertawaan si Oom melatari kepribadian saya.
0 komentar:
Post a Comment