Meski layaknya adu ponco, berlindung di balik hujan deras.
Dengan alasan takut basah mungkin,
karena sudah berdandan rapi untuk hadir pada pesta.
Meski sensasinya, jauh lebih signifikan jika menantang badai.
Tapi, apalah yang bisa dilakukan, jika proses salon memakan waktu yang begitu lama.
Dan tidak sebanding jika harus diluluhlantakkan sekali hujan?
Katakanlah, aku sudah siap berbasah ria. Ketika Tuhan berkata hari ini tidak hujan.
Lalu ketika hujan deras berkata dia siap datang, aku sudah terlanjur siap berdandan.
Dan ketika aku kembali siap menantangnya, hanya ada terik. Nihil.
Bagai orang bodoh yang berputar dalam sebuah labirin bukan. Ha!
Bagaimanapun, sekarang aku siap.
Menunggu hujan deras.
Fernando, karena bukan brewokan. Tapi karena dia panas.
Bermelankolia tak jelas. Bisanya menyanyi, tapi tampilannya syahdu layaknya bunga mawar.
Lebih dari sekedar bodoh memang, karena berkali-kali.
Berkali-kali yang kupikir akan kau bantu menjadi tidak sama sekali.
Janji hanyalah janji, mungkin. Karena kau biarkan dulu aku terperosok lalu baru kau bantu keluar.
Tak lebih baik dari super duper bodoh bagi yang menjadi pengamat, yang reaktif.
Bahkan, syahadat sehabis 3x absen memenuhi panggilan sakral pun bagimu hanyalah angin.
Seorang teman berkata, inti permasalahannya ialah pada saling.
Yap, kamu benar. Saling memakai ponco, ya? Untuk beradu sarkas atau salakan?
Siap..salah? -_________-"
Maneh.. sama dia ada apa?
Gak ada apa-apa.. Justru itu masalahnya. Hehe..
♪ Yang ku inginkan..
Satu tujuan..
Sebuah kenyataan..
Bukan impian..
Bukan harapan..
Bukan alasan..
Satu kepastian..
Coba katakan..
Coba katakan..
Coba katakan..
Coba katakan.. ♪
[Maliq n d'Essentials: Coba Katakan]
0 komentar:
Post a Comment