Tuesday, February 28, 2012

Gendut



Halo.
Teman gendutku yang besar.
Yang hanya sebentar, tapi besar melebihi matahari.
Mengeringkan luka, menjadi garam yang sakti.

Mungkin kamu ada benarnya.
Bahwa terkadang kita hanya bisa menjadi memori.
Terkadang, kita hanya bisa menjadi "sometimes".
Tanpa sadar, tanpa rencana, dan tanpa bisa disesali.

Tapi, sungguh masih tidak paham.
Bagian mana yang menjadi memori.
Bagian mana, yang kulewatkan, sehingga harus menjadi memori?

Tak mengerti, karena bagiku kau matahari.
Yang kucari tapi tak boleh terlalu dekat.
Harus berjarak, karena sinar-sinar di sekelilingmu bisa membakar habis menyisakan debu.

Dan kau juga tak mengerti. Tak mengerti.
Kau anggap itu sistem, seperti layang-layang. Dan pergi.
Seperti badai.

Yah, sudah.
Semoga kau semakin besar.
Meski sayang berpigura, foto statik memori.
Seperti yang kaumaui.

I still hope can see you soon, .. this time.

Monday, February 27, 2012

Ego


Epik 1
Kapal - sejenis sea truck - menambat di dermaga nelayan. Tiga pria dewasa mengenyam kacang dan bir, bersenda. Melangkah satu-satu pada dek kapal, berteman kaleng kesayangan masing-masing. Merebah mencari gemintang yang tak muncul, sayang. Kali ini tak beruntung. Berharap lelap, namun besok matahari akan cepat terbit untuk kembali berkeringat.

Epik 2
Pelajaran penting, jangan jauh dari alat komunikasi sekaligus pengingat waktu. Jam penting terlewat, berbuah 'sedikit' kecewa. Ia tak sama Bapak. Yang menggoyangkan kereta seperti musuh besarmu. Ia hanya gugup, menularkannya padaku, untuk menunduk dan menghabiskan berbatang-batang tembakau hingga batuk.

Epik 3
Bingung. Kebersediaan yang bersyarat, namun tetap kukuh. Dengan kesetengahan. Temani yang tersesat, bersihkan labah-labah, perbaiki lambung yang bocor, juga terima odol yang tumpah dan tak bisa lagi dimasukkan dalam tabung. Kembali, deja vu. Semoga, kali ini bukan permainan kata. Karena terlalu mati untuk merasa.

Epik 4
Mari. Meminum kopi. Berlatar hujan deras yang tak wangi. Mari.

EPILOG
Nelayan itu masih melempar sauh. Dengan lampu-lampu terang berwarna-warni di Selat Makasar. Mereka belum pulang, meski rindu daratan. Mereka giat dan teguh, mengumpulkan berkuintal-kuintal ikan. Mereka kaya, sungguh. Namun, pada akhirnya mereka pasti kembali kepada rumah. Bukan hanya untuk menimbang, tapi menuju ke tempat dimana anak-anak berlarian riang dan menyambut dengan senyum. Disertai gigi putih bertemakan selamat datang. Rumah.

Ah. kali ini. Aku hanya mau bersantai dan tak kemana-mana. Menikmati hari tuaku. :)

Berburu pelangi tujuh warna..
Mendeskripsikan spektrum demi spektrum dengan lensa yang terbatas. Kini bias. Tapi akan selalu ada warna bagi pelukis sejati, yang tak lelah memadu cat minyak primer.
Semoga.

Sunday, February 26, 2012

PS: I Love You


Titik.
Titik-titik.

See you
~ :)


 
♪ We all live under the same sky
We all will live we all will die
There is no wrong
There is no right
The circle only has one side ♪
 [Travis: Side]
Thursday, February 23, 2012

Weakness

 
Mati lampu. Sial.
Mungkin lebih baik jika saya on board pagi tadi, bukan tertidur kesetanan mengarungi bosan.
Untuk bekerja di depan layar pada siang hari, yang rupanya mungkin tak berjodoh dengan saya? :))
 
Saya punya seorang teman dekat,
yang dari dulu.. selalu, kekeuh, meminta resep pada saya.
Tentang, ilmu pelet. HAHAHA. (Lu kata gue nini-nini indosiar??? -______-)
 
Katakanlah, pada suatu masa. Cerita banyak berkembang sendiri-sendiri.
Dengan ketakacuhan akan apa yang tumbuh malu-malu, lalu disadari ketika sudah tak terkendali. Kemudian menuai konflik berkepanjangan. Klasik.

Hingga orang ramai berbicara akan banyak kepala yang bingung. Akan banyak benda halus yang tergantung dan bikin gatal. Akan sesosok pribadi, yang gemar meloncat seperti kutu, hinggap sana-sini, menebar pesona.

Kelemahan lo itu cuma satu, Ngil.. Lo ******..
 
WELL!
Apa yang bisa saya lakukan dengan itu?
Perlukah, saya harus mengulangi mereka sebagai suatu kesalahan.
Untuk tersadar pada suatu titik lalu menjauh pergi karena jengah?

Benar, saya memang dikutuk.
Untuk jarang memiliki teman, tapi banyak memiliki pengagum. HAHAHA.

Monday, February 20, 2012

Yellow



Bagai deja vu. Oleh lagu-lagu.
Oleh jemari yang mahir mengurai nada.
Oleh wajah yang mengangguk-angguk mengikuti lagu.

Wangi coklat yang melekat.
Rintik hujan, senja merah jambu.
Kopi remah-remah. Mie instan rasa cabe.
Buku. Buku. Lagu.

Memori. Merongrong.
Ahh, tiba-tiba ingin melakukan olahraga ekstrem!!! :D

Forgive and forget.
Bagaimana jika, memang tidak bisa. Dimaafkan, juga dilupakan?
Bagaimana jika, jika.. memang tak bisa dibuang, bahkan untuk dibagi?

Ya, saya takut.
Untuk membuka pintu dan membiarkan orang lain masuk.
Melihat segala isi hingga ruang kesendirian satu-satunya.
Lalu pergi karena ketakpuasan, dengan meninggalkan jejak baru berbekas yang telah sukses menimpa jejak runyam yang lama. Yang masih hangat dan berwarna merah. Yang berdenyut perih setiap kali disentuh. Sakti.





♪ It's true,
Look how they shine for you,
Look how they shine for you,
Look how they shine for..


[Coldplay: Yellow] 


Friday, February 17, 2012

Ayam


Di suatu malam, berlatar pepohonan yang tak wangi:

Satu objek lahap memakan produk lembek instan, mengobati anomali perut elastis yang tak berfungsi seharian. Mungkin, sakit kangen? =))

1: Melirik penasaran. "Ngeunah kitu?"
2: Menyodorkan mangkuk plastik rentan. "Yeuh,tinggal sesendok sih.."
1: Ragu-ragu. Mencicipi seujung sendok. Menajamkan indera perasa.
2: "Kumaha?"
1: "Ngeunahan nu mang2 dorong ahh, ieu mah siga Milna!"
2: "Beda anjis, ieu mah gurih2 kumaha kitu.."
1: Menyodorkan kembali si mangkuk. "Tah eta! Loba MSG!" 
2: "Naha teu dibeakeun?"
1: "Pamaliii! Eta pan nu maneh, ngke rejekina didahar batur ceunah mah.."
2: "Eh,enya kitu?"
1: "Teuing ketang, wkwkwkw.."
2: "Nya bae we atuh, pan rejeki maneh geus beak. Dipatok hayam, hahahaha.."
1: "Yey nteu lah, urang mah tidur pagi. Pan asal pagi gak tidur moal dipatok?"
2: "Mana bisa kitu?"
1: "Bisa lah! Urang parebut heula jeung hayam. Karek sare, muahahahahahha.."
2: "Curang anjissss!"

Cukup.
Dua orang tersesat berbicara tentang rezeki dan ayam.
Andai malaikat bisa diajak berdiskusi, tentu dia bisa merefreshkan jiwa-jiwa penat bau rawa ini tentang siapa yang menang. Ah, bunguk!

Rezeki kan tak akan kemana, asal tak lelah dijemput.
Seperti jodoh.. ;p

Thursday, February 16, 2012

Chaos


Lalu Tatang.

Tatang yang membawaku terbang.
Secepat daru, sekuat bayu, sedamai ranu.
Memeluk Bumi, memutarnya hingga matahari berpijar.

Tatang.
Yang paham benar konsep benda tak bernyawa.
Kompas, mercusuar, setia berbinar.

Kemudian hening.
Tatang. Mati. Padam.

Lalu Tatang.
Tatang yang menbawaku tenggelam.
Tersangkut di palung terdalam.
Sekejap daru, sedahsyat bayu, sedingin ranu.

Menjadi meru, dalam biru.

Fin.

Layu Tatang


Banyak yang memihak, bertanya, menggurui, memberi masukan, memberi kesempatan.. Baik yang hanya dalam kuluman senyum meneliti benang tak nampak lalu diuraikan dalam sebuah artikel, atau juga yang mabuk dengan mengeluarkan ancaman tanpa sadar hanya berbuah masuk kuping kiri keluar kuping kanan.

Buku cerita itu berhenti, begitu saja. Bagai terguyur air lalu dipanggang terik lalu kaku selamanya. Terbuka pada lembar usang, tak bergerak. Tanpa bisa ditintai lagi, dibolak-balik lagi, dibaca-baca hingga pening, bahkan untuk dikemas dan dibakar hidup-hidup.

Entah apa dan bagaimana, saya sudah lupa bagaimana menyenangkannya memulai sebuah cerita. Dari sebuah prolog yang mendebarkan,sambung-menyambung, sebuah epik, tanpa harus merobek lembar lalu yang sudah ada. Bagaimana rasanya, seniat itu mempertahankan tinta yang mulai habis karena konflik yang berkepanjangan,atau melindungi lembaran rapuh dari buram akibat air hujan. Sudah, begitu saja tergeletak. Ya, tanpa mau disentuh, tanpa mau dibaca ulang dan membuat resolusi-revolusi.

Karena mulai detik itu, saya menganggap buku cerita itu tak pernah ada. Bahwa saya tak pernah punya, semuanya. Bahwa saya, tidak pernah menulis apa-apa. Hanya kosong, dengan ketergesaan. Di tengah lautan dengan tatapan harap pada daratan yang jauh. Rindu akan memijak Bumi, tetapi takut untuk mengarungi samudera .. sekali lagi. Sehingga kekonyolan itu berujung pada buah pemikiran yang buruk tentang badai beliung yang menenggelamkan perahu pada dasar laut. Agar.. titik, tak perlu lagi pergi kemana-mana. Karena terus berada di lautan itu sakit, tapi menuju ke daratan pun tak berani. Dan saya benci, seumur hidup, dan selamanya.. untuk kembali memercayai tangan lain yang katanya menunggu saya pulang. Itu bohong. Saya skeptis, boleh?..

Mengetuk-ketuk jemari dengan ritme asal pada lantai kayu yang basah terciprati hujan. Berpikir, merenung. Tapi nihil. Masih, dan selalu, tak bertemu dengan jawaban. Kemana serpihan puzzle yang dahulu terurai tak terbatas lalu hilang sebagian. Dia, sudah tak bisa merasa lagi. Dia, sudah tak sempurna. Dia, mati.

Dalam kesendirian, kutemukan ia.. ketakutan.
Pasti.

Hei, pengecut.
Still alive?!

Sunday, February 12, 2012

Ilmu Logika


Oke.
Lupakan tentang gaya gravitasi. Terbanglah bersama waktu, tak lagi kusimpan dalam guci.
Mungkin.. semoga.




Dan..selamat tiga tahun!
Tanamkan kreativitas tumbuhkan tanpa batas..
di GEODESI NOL TUJUH~ :)

*maaf,tahun ini tak berkunjung..

Sunday, February 5, 2012

Gila Babik



Seorang pemuda secara tiba-tiba duduk, menatap heran, bicara tentang matahari yang belum tampak. Tentang wajah yang menua.

Dia memutar sebuah video dengan sinyal yang dipaksakan, menyalakan korek pengganti lilin, membuat mahkota dari bungkus wafer.. untuk membuatku menandak-nandak menari di deck seatruck dengan bendera merah-putih yang berkibar bersama gelombang. Juga kerajinan tangan lain, sebuah sapi imaginer yang cerdas mengecap kata kebahagiaan.

"Buang saja.." kikiknya di tengah panas matahari yang menyengat dan bulir keringat yang menetes satu-satu.

Kini, kutatap benda itu. Suatu coklat kopi, yang kubawa selalu tapi jarang kupakai. Yang percakapan hanya datang sewaktu-waktu, seiring penggunaannya yang belum kusadari sebagai kewajiban.. hanya kebutuhan. Memori kemarin yang sungguh melekat, yang masih ramai dibicarakan orang sebagai kisah paling unik selama sejarah. Orang putih terang-terangan, orang hitam terang-terangan, orang abu tersembunyi.. atau orang yang abstrak tapi diam-diam menusuk, tak terdengar, yang berbicara bagai kelambu tapi hanya manis di depanku. Kamu, mungkin juga ingin bersama palung di dasar lautan? :))

Gejolak ini fluktuatif, dan tak terdefinisi. Makin kupikir, makin ku menolak gravitasi. Tebak saja, baru beberapa pekan lalu hanya ada janji saklek tentang nilai nol. Lilin yang menyala redup lalu padam, dalam harapan namun kubuang jauh karena kode yang samar. Lalu kembali terang, tapi saru.. buat apa? Buat apa ku peduli? Rasanya, bagai memilah dan memilih jalam yang tak ada.. yang kubawa pening dalam bingkai jendela yang temaram.

Aku, 22 tahun. Ialah manusia kenangan yang kelabu akan target, akan usaha untuk meledakkan kepingan memori usang. Aku lah bodoh untuk mengurai benang kusut-masai, menggulungnya lalu dibuang ke samudera. Dan, keledainya lagi.. terlalu terbuka untuk membiarkan pihak lain yang mengurai benang, mengikatnya, lalu menimpa dengan benangnya sendiri. Timpa-menimpa, tanpa memberi tahu.. bahwa benang kusut tu masih menancap di kepala, jauh di ubun-ubun, dan tak terkendali.

Ah, ingin pergi. Ke tempat sunyi tak ada siapa-siapa. Hanya ada kesunyian, tanpa berkoper-koper memori.

Leave all that you can leave behind.
Cherish all day with its unique blessing.
Sic itur ad astra!! And let the gravity do the rest.


[MoO, 3 Februari 2012]

 

Blog Template by BloggerCandy.com