Seandainya saya bisa mengotak-kotakan suatu hal dengan mudah, maka akan saya bungkus rapi sesuai klasifikasi yang dibuat. Yang sejati, yang mengerti, dan yang bodoh.
Akan saya masukkan bumbu mengetahui dengan baik, memahami dengan toleran, plus seribu 'saran untuk kamu' dalam kotak mengerti. Tentu kamu akan berkembang dengan sangat baik dengan membawa kotak mengerti, namun lain halnya karena kamu hanya berjalan sendiri. Semakin penuh si kotak, semakin berat beanmu. Karena ia hanya bertambah, tidak melengkapi.
Kedua, apa isi dalam kotak bodoh? Ya, hanya satu. Kasih sayang setulus hati. Entah kau memberi garam pada kopi, memberi cuka pada luka, atau berlari mengejar bus yang ketinggalan, si kotak tetap disitu. Untuk setia kau bawa. Jalanmu ringan, karena kau selalu ada yang menemani. Tapi kau tahu pasti, kau mau yang di samping, bukan di belakang. Kau mau teman, bukan pengagum. Maka kau bawa ia sesekali, lalu kau simpan agar ia bisa belajar menjadi pintar.
Apapun yang bernama sejati, tentunya sangat muluk-muluk. BIla kukemas si mengerti dan si bodoh, maka kau akan dapatkan yang sejati. Tapi hidup adalah proses, dan tak ada yang tak mungkin bukan? Takkan sejati namanya, jika tak terpenuhi. Si kotak paham benar, kapan di depan, di samping, dan di belakang. Kapan saatnya berlari, berhenti, juga mengejar. Karena dia tak hanya mengerti, dia juga bodoh. Bodoh karena mau memasukkan toleransi, tapi mengerti karena ditambahkan solusi. Bodoh karena sesuatu yang tak berkurang, tapi bertambah karena mengerti. Karena yang sejati bukan melenyapkan, tapi menyempurnakan.
Maka kuburlah si mengerti atau sok mengerti. Juga si bodoh atau yang pura-pura bodoh. Hingga kau temukan keuanya dalam satu kotak saja.
Mau berapa kali lagi kau tertipu?
Bahwa satu buah batu besar, akan sama menghambat jalan dengan seribu kerikil yang ditumpukkan..
0 komentar:
Post a Comment