Thursday, September 15, 2011

Papan catur


Langkah 1:

Merelakan Ternate, merelakan kapal besar. Merelakan kesempatan,lagi. Ikhlas.

Langkah 2:

Menemui Bapak, curhat. Bapak bilang, tidak masalah asal saya tahu apa yang akan saya jalani. Bahwa sayang rasanya jika harus me-reset dari awal. Tapi, Bapak tidak apa2. Malah, Bapak bilang beliau sedang sibuk, sehingga itu akan memudahkan.
Dilema terbesar berhasil diatasi. Bismillah..

Langkah 3:

Menuju lift yang tidak berfungsi, siyet. Lalu menandak2 menaiki tangga. "Pemuda tampan ada?", tanya saya. Setelah dijawab dengan anggukan, saya menatap cermin. Merapikan rambut, mengusap wajah berkali2, membaca doa dan memantapkan hati, agar Allah meridhai jalan saya, pilihan saya, agar apa yang saya lakukan ini tidak salah.

Langkah 4:

Menghadap si partner. Dan, membuat rencana. Rencana demi rencana yang membuat saya berkaca saking girangnya. Oh Tuhan, inikah? Bisakah? Partner bilang, saya harus bisa. Saya HARUS bisa, karena sangat disayangkan jika saya tertinggal dengan dua rekan saya yang sudah melesat. Untuk kemudian saya ingin sungkem tapi malu. Hingga hanya bisa berkata 'SIAPPP!'.

Langkah 4:

Terburu. Menunjukkan helaian kertas merah muda penuh rencana pada saudara tersayang yang saya anggap lebih daripada sekedar adik. Tidak tega sebenarnya, sungguh. Saya ingin berjalan bersama dia, menikmati semua bersama. Tapi saya memiliki tugas dan tanggungjawab yang lain jika harus menunggu satu ronde lagi. Semoga kamu mengerti, sayang, maaf. :(

Langkah 5:

Bertemu, tapi pura-pura tak melihat. Hingga takut2 saya tatap, dan tersenyum. Agar dia tahu saya sedang bahagia, itu cukup. Meski tak bisa dibagi, meski tak bisa diucapkan, itu cukup. Meski tidak menunggu dan mengejar, itu cukup. Cukup tahu saja.

Langkah 6:

Tidak ada lagi saya mengunjungi bukit utara akhir2 ini, memang. Bukan tidak mau, atau tidak perlu. Tapi jika memang selayaknya taman nasional lain yang butuh rehabilitasi setahun sekali, mungkin memang kini ia harus saya tinggalkan setelah lelah menjadi tempat mengadu selama 3 tahun terakhir. Bersemilah, berbungalah, jadilah terindah yang selama ini aku tahu. Aku relakan, bahkan jika kau harus melakukannya sepanjang sisa hidupmu.

Saya akan tetap melaju bersama angin. Meski rembulan hanya ada di malam hari, kembang api menyala hanya sekali, juga obor perlu diminyaki agar tetap bercahaya. Akan saya bawa korek api sendiri, ketika gelap, dan tak perlu kamu tahu jalan mana yang akan saya kunjungi. Karena saya akan baik2 saja. Baik2 saja.

Langkah besar:

Meminta restu. Meminta doa.
Semoga bisa terkejar, dengan tanggal-tanggal yang sempit.
Mudahkanlah ya Allah, saya tahu kamu Maha Pemurah dan Maha2 Asmaul Husna lainnya. Saya percaya kamu ada. Amin. :)

Catatan kaki 
Selamat ulangtahun, selamat ulangtahun, selamat ulangtahun.
Yang mau jadi tissue pembuang duka, atau peneman mcflurry serta burger atau spaghetti murah. Atau penghadir vitamin dan manisan2. Yang menarik kursi, membuka pintu, mengelap basah, sigap mengambil alih beban, dan memberi yang terbaik. Untuk rela mendengar kaset rusak si Ayah juga dititipin hal2 tak pentingnya Ibu. Untuk menjadi teman, sahabat, saudara, kakak pertama, juga pelindung dalam satu kemasan. Tanpa embel2 apapun, titik. Meski saos lebih asam daripada jeruk purut. Meski sambal lebih pedas daripada cabai rawit. Meski busi, harus bawa lebih dari satu agar tidak mogok di tengah jalan. 
Hai orang 1000:1, yang juga akan kujaga dan kupastikan agar selalu dapat yang terbaik. Semoga selalu, dan selalu, dibalas berlipat2 akan semua hal baik yang dilakukan pada semua orang. Jangan lelah menjadi kaku.

0 komentar:

 

Blog Template by BloggerCandy.com