Aku hanyalah bintang. Yang hanya mampu menerangi dirinya sendiri. Sesekali menjadi penunjuk arah bagi nelayan yang tersesat. Namun hilang timbul, bergantung pada konstelasi langit.
Aku hanya bintang. Yang terang tapi tak menerangi. Papa dan tak berdaya.
Malam resah kali itu. Bagaimana tidak? Bulan merajuk, menghilang digantikan mendung. Petir ribut bergemuruh, mempersaingkan kilatan siapa yang paling kencang. Lalu hujan turun deras. Sempurna melahap tawa yang juga tersedak asin air mata. Perfect.
Karena itu, aku selalu membutuhkan matahari.
Aku hanya bintang. Bukan matahari. Dan selamanya tak bisa menjadi matahri. Aku tak bisa merubah malam menjadi siang. Aku statis. Aku hanya benda langit yang bercahaya untuk diriku sendiri. Bersinar, tapi tak menyinari.
Aku benar butuh matahari, sebagai Dewa Kehidupan Semesta. Sebagai hakim, sebagai penanda hari, sebagai patokan arah kiblat.
Bukan kejora, meski indah. Aku butuh matahari. Butuh matahari. Aku butuh.
Matahari.
Bukan. Bukan matahari yang itu. Yang pernah membumihanguskan suatu kehidupan pada masa lampau. Ini matahari sejati, yang hanya mengenal kata menghidupkan.
P.S.:
Kamu, tidak pernah pantas lagi, kusebut matahari.
♪ Running and hiding
Take and dividing
You've got your secrets
I've only got a sleeping sun ♪
[Coldplay: Sleeping Sun]
0 komentar:
Post a Comment