Saturday, December 31, 2011

Menerobos Gelap



The best revenge to a girl that steals your men is let her to have him, 
because a man that truly deserves you can never be stolen :D

[MM, 29/12/2011]


Thursday, December 29, 2011

Cukup?!


Ini ibaratnya seperti memiliki kepercayaan yang besar.. kecewa, ditinggikan.. lalu dikecewakan kembali yang amat sangat sehingga tak bersisa. Jika katakanlah kepercayaan itu berada pada sebuah balon, maka kini kempes begitu saja, teronggok di lantai, dan tak bisa diapa-apakan lagi. Sehingga mencapai kondisi mendengar kabar apa pun, dibohongi lagi pun, kamu hanya diam. No feeling no pain, karena kamu tahu.. dia tak pernah bisa dipercayai.

Kala itu saya gugur di medan perang, dan sok beraninya berdiri sendiri lalu menyalami komandan pasukan lawan sana.. dengan membesar-besarkan hati, juga menegak-negakkan kepala. Namun selayaknya harimau yang terluka, saya katakan bahwa tak akan pernah lagi saya mengusik wilayah Anda dengan satu syarat, satu koridor. Jangan menjanjikan apa-apa yang sebenarnya diketahui takkan terjadi. Karena bila diingkari, gue gatak.. Dapat dipastikan saya akan menyalak, dan mengirimkan sejuta teror pada wilayah Anda.

Bukankah itu mudah? Dan.. simpel? Karena tak perlu basa-basi pada saya, itu kebohongan. Mungkin Anda pantas shock, Anda bingung, Anda labil.. tapi tak perlu basa-basi, tak perlu, tak perlu.

Ah.. enyahlah! :D


Melodi



Boleh, kamu merasa malu. Merasa rendah. Saat barang antik yang kau simpan-simpan di lemari yang sangat tinggi, secara sengaja kau pecahkan dengan rencana.. untuk ketetapan.

Boleh, kamu merasa bersalah. Memasung dirimu sendiri. Saat balon udara yang kamu isi main-main rupanya bisa mengudara, namun kau tusuk dengan jarum besar secara sengaja. dan lagi-lagi, dengan rencana, untuk nanti-nanti.

Boleh, kamu merasa kecewa dan terpuruk. Saat menjadi orang tolol sedunia yang kali ini, kau sulam yang bocor dan terburai. Lalu kamu isi lagi, dan tidak menyangka kembali bisa mengudara, yang kemudian dengan ketidakpahaman sehingga menjadi sengaja pula, untuk kedua kalinya, kamu letuskan. Meski kali ini tidak dengan rencana.

Lantas, bolehkah.. bila kaca yang buram akibat embun, kau usap hati-hati. Agar masih bisa melihat keluar. Karena meski disana hujan badai, tapi indah. Setidaknya, masih ada samudera tak berujung yang masih bisa dipandangi dengan senyum. Dan sendumu berakhir sudah.. akan kerinduan pada sosok penikmat matahari terbenam yang ternyata hingga kini, masih belum kau ketahui rupanya. Karena matamu beradu pada punggung, yang belum kau temukan kesempatan untuk membalikkan wujudnya. :)

Mari, menari. Mari, bernyanyi.
Mari, menikmati laguku. Mari.

Seperti simulasi helikopter terbalik..
Tetap tenang, menyimpan nafas hati-hati. Membuka seat-belt, menekan tuas jendela darurat, membukanya.. lalu berenang bebas ke permukaan.. kemudian mengembangkan life-jacket. SURVIVE!!!

Wednesday, December 28, 2011

Touch The Air



Pernah suatu ketika saat membicarakan kepribadian manusia yang pada umumnya terbagi menjadi empat: merah, kuning, biru, dan putih.. seorang teman berkata bahwa saya memiliki warna seperti bunglon, memiliki 493 warna mungkin. Bahwa menjadi coklat pada kayu, hitam pada arang, juga berkelip warna-warni pada lampu disko.

Dahi saya mengernyit.. Maksud lo, gue gak punya kepribadian, gitu?

Positifnya, dia bilang.. saya bisa menjadi apa saja, siapa saja, dan dimana saja. Negatifnya, mungkin, ialah tak ada yang pernah tahu apa warna saya sesungguhnya. Karena bunglon tak berwarna. Teman saya kemudian berkata, mungkin bunglon harus hidup bersama bunglon. agar pada akhirnya, bunglon memiliki warna aslinya, warna bunglon.

Ah.. izin ketawa guling-guling, Kapten! ;p

Juga tentang hewan pengerat bergigi besar, tupai. Bahwa sepandai-pandainya tupai melompat, pasti pernah terjatuh. Memang tupai yang bodoh, senang melompat-lompat. bahwa meski maksud hati melompat hanya untuh memastikan dahan pohon besar, rindang, dan penuh kehidupan yang akhirnya.. dia temukan, itu sungguh kuat. Tak akan ada yang percaya, karena dia biasa melompat. Yang terjadi ialah.. si dahan pohon akan patah, merasa dibandingkan bahkan diremehkan. Kesimpulannya, tupai itu makhluk yang sangat bodoh karena masih saja iseng melompat-lompat. Atau mungkin sang pohon tidak cukup tangguh untuk mengerti, meminjam istilah teman saya.. bahwa tupai itu bukan tupai biasa.

Tupai itu tak cukup puas hanya dengan menemukan dahan yang tepat.. membuat sarang, mengumpulkan makanan, berteduh. Bahwa meski dia settle pada sebuah pohon, dia tak pernah lelah melompat. Dia selalu.. mencari tantangan, mencari sensasi. Tentang bagaimana suatu dahan bila diikat dnegan pita merah cantik, atau bagaimana bila satu dua ranting dia gigit-gigit hingga merasa yakin tak akan bercabang. Dia, bodoh.. bodoh tingkat tinggi.

Juga tentang dewasa. Untuk menghabiskan kemana hari libur yang hanya terjadi sekali setahun. Paham saya, bahwa terkadang menjadi kekanakan juga diperlukan agar bisa bertahan, Tak ada yang salah apabila kita secara tiba-tiba melewati jalan memutar yang lebih jauh dan lebih lama, untuk sekedar menikmati proses tenggelamnya matahari di ujung laut. Untuk membuat kita tetap waras. Toh, pada akhirnya kita juga akan tetap mencapai tempat tujuan semula bukan? So, why so serious? :))

Bukan, itu bukan lari.. tapi menikmati, tanpa melewatkan satu detil pun hal indah yang tampak. Hehe.

Are you okay?? Just be tough, mate. That's all i can say. :)
Percaya aja Tuhan udah ngatur jalannya. :) *peluuukkk*
Boleh aja sih ngeluarin emosi, tapi in the end, life goes on men! You liVe not for anyone but yourself.

Strong. Strong. Strong. I'm strong enough. I believe it.
and i promise to all of you guys, who cares about me.. My life WILL never end. Must keep on breathing, and touch the air~! :D

Monday, December 26, 2011

Super Filter



Bayangkan saja, tidak perlu dimengerti.

Bahkan di kala saya kembali membenci menyusuri lorong-lorong berbau pekat, juga membuat teriris saat membayangkan yang tidak-tidak, atau dalam diam-diam yang memikirkan andai saja dan sangat membutuhkan yang rupanya sudah lama mati lalu pura-pura kembai sekian lamanya.. bahwa buah tak pernah jatuh dari pohonnya, bahwa sama-sama memikirkan atau sekedar teringat sesuatu yang sama, yang datang tanpa rencana dan pergi tak terduga..

Kegagahan yang menyisa tinggal tulang-belulang juga hitam bersisik, stamina raksasa yang menyisakan nafas satu-satu, juga mata yang semula menyala bersisa menjadi penerawangan.. mengigau satu nama di pagi buta.. menjadi salah satu dari ribuan nama yang entah mengapa tersebutkan:

"Kak, --- gak ikut?"|
"Hah?! Siapa?.."|
"---"|
"Hie? ---?.."|
"Iya, gak ikut?"|
"..."|
"--- gak ikut?"|
"Nggak, sekarang lagi di luar pulau.."|
"Oh.."

Lagipula, sekarang yang strip tiga itu sudah gak sayang lagi sama kakak, 
sudah gak sayang lagi..

Haha.



♪ Oh, no...
I, I've been away too long. Now I just can't go on.
I've been away too... I, I've been away too long.
No, I can't be so strong. I've been away too... ♪ 

[George Baker: I've Been Away Too Long]
Saturday, December 24, 2011

Aduh!


Ini..apa ya namanya?

Tidak rela?Merasa dibohongi?Atau sekedar merasa dilecehkan?

Seperti ingin menghancurkan hidup seseorang, atau teman barunya.
Juga memori akannya.

Rumah kayu, perapian, tentang mengelilingi dunia.
Skip. Skip. Skip.

Seperti ingin terus bertanya kenapa.
Kenapa, berkata ingin melindungi, tapi juga terus menemani dia?
Terus merasa bahagia akan hal miris yang berada di baliknya?
Kenapa, bisa? Menutup mata untuk terus berada dalam zona nyamanmu?

Juga ribuan kenapa untuk diri sendiri.
Kenapa, kali ini. Kamu benci, untuk bangun dan berlari?
Kenapa, kali ini, kamu begitu lemah?

Mungkin iri, mungkin dengki, mungkin kecewa.
Mungkin masih tidak menerima. Mungkin. Seperti ingin mencabut urat tawa dari orang yang telah mencabut kepunyaanmu satu-satunya selamanya.
Mata dibalas mata. Gigi dibalas gigi. Kehilangan dibalas kehilangan.
Tapi, kapan kamu sadar. Bahwa yang merasa kehilangan hanya kamu sendiri, Vidia?


"Urang gak nyangka Ngil, kok maneh bisa kemakan?Urang pikir,maneh pintar"


Haha. Ikut ketawa aja deh..

Menunggu Jodoh



Ibaratnya sedang pelesiran sendiri di pinggir pantai lalu diberi kembang api satu juta warna oleh pemuda lokal yang ganteng luar biasa, mendapat kabar dari yang jauh itu.. sama melegakannya dengan merasa kamu masih diperhatikan di daerah yang belum terjamah. Ah, ini indah.

Seperti yang selalu saya mimpikan tentang situasi buruk atau kejar-mengejar. Entahkah itu berada dalam situasi gunung meletus, gempa bumi, dikejar dinosaurus, mafia, serigala mata menyala, harimau meraung, juga anjing besar. Saya pernah sekali mendapatkan mimpi digigit ular. Dua sekaligus, yang satu tipe ular sawah hijau kehitaman di bagian kanan, serta sejenis phyton kuning kecoklatan di bagian kiri. Yang menggigil dan gemetarnya masih saya rasakan ketika membuka mata. Yang ditafsirkan oleh para tetua dengan hal yang membuat saya memutarkan bola mata atau tersipu berpikir mungkin ada benarnya juga, grok..

Kala lalu saya memimpikan hal yang sama pada seseorang yang jauh. Yang pernah menyaksikan saya pada kondisi super memalukan. Yang maaf, memberikan saya treatment yang salah.. sentuhan. Bahwa itu akan membuat saya semakin menjadi dan tak bisa berhenti. Memalukan, hehe.

Juga tentang mengigau, kebiasaan yang tak pernah  hilang sejak jaman balita. Pernah pada suatu pagi, mungkin Mbak sepupu teman sekamar saya di Ibukota yang tidak terbiasa, terheran-heran mendapati saya bicara sendirian dalam tidur. Dan berkomentar aneh:

"Kamu kenapa Vid? Lagi berantem sama pacar ya? Udaaaah, cowok mah gak usah dipikirin. Nanti aja, kamu kan masih muda.."

Oowyeah Mbak, advicenya sangat mengena! :D

Menunggu, menunggu jodoh. Ah.

Istirahatlah..:) Maaf, ternyata cuma sekedar lilin, kembang api, atau mungkin korek murah.. Maaf gakbisa temani minum kopi.. Terimakasih untuk segalanya, putri bukit utara..
Friday, December 23, 2011

Bolos



Mungkin, ada hakikatnya juga jadwal keberangkatan saya ke pulau seribu cerita ditunda. Yang membuat saya memiliki kesempatan mendinginkan diri di Bandung. Karakanlah saya bukan pekerja yang baik, tapi demi alasan apapun, lebih baik saya disini, daripada disana dan terus berpikir untuk bunuh diri. Haha. Yang selain menjadi ajang menenangkan emosi jiwa, tentu, juga berujung pada aksi membolos beberapa hari.

Pertama, om-om bandel ini kembali turun bukan buatan. Pasalnya, rambutan satu kilo ditelan sendirian yang berakibat sangat buruk pada jantung. Oh my daddy, mengapa, di kala kau tahu ginjalmu tak lagi berfungsi, kau juga gagalkan fungsi jantungmu? Yang tahu sudah tak bisa berdiri juga berlari, masih saja kekeuh diam-diam jam setengah dua pagi menghilang ke tukang nasi goreng, dengan alasan mencari sebotol teh dingin. Entah apa lagi, jika yang ini juga pergi, entah apa lagi yang saya rasakan.

Kedua, tiba-tiba, saya kembali diingatkan akan tanggungjawab saya yang tertunda berbulan-bulan lamanya. Laporan. Yea, saya baru ingat, atau pura-pura lupa, untuk membuat tulisan tentang proses rekrutmen juga pengamanan kegiatan yang lalu. Awful memang. Maka saya bongkar dus berisi berkas lama, mencari-cari bon yang tercecer. Dan voila! Hingga dini hari ini, kurang dari 50% yang berhasil saya kerjakan. Payah!


Yang sebagian besar saya habiskan dengan duduk termenung, membuka-buka folder foto, membuka folder lagu, terdiam sontak saat menemukan helaian-helaian memori. Dan kembali, menyesap kopi dengan temannya.

Ah entah apa yang saya lakukan berhari-hari ini. Berkali saya kehilangan kendali diri., berteriak-teriak, bercucuran air mata. Tersadar, berhenti. Tapi proses yang rumit itu belum juga berakhir. Tak tahu apa lagi yang tersisa, tapi entahlah, saya hanya masih belum puas berteriak pada dunia, dan menganjing-anjingkan setan juga hal-hal buruk. Istighfar, mungkin.. dan semoga Allah masih mau memaafkan saya. Semoga..

Promise me..

Seperti samurai yang berlari..
Seperti Oni.. Seperti Shinsengumi..
Kepada tuan yang memberi kami arti.. Kami rela mati..
Namun kini.. Aku tak mengerti.. Bagaimana aku mengabdi?..
Mungkinkah Pergi.. berkelana ke penjuru negeri.. mencari tuan yang baru lagi..
Sambil menyimpan engkau dalam hati.. Sampai kami tak lagi bernadi..
Kami hanya dapat memberimu prasasti..
Yang membuatmu tetap berarti..
Walau aku tidak yakin engkau mengerti..
Tapi ini bakti.. Karena aku berjanji..


Sekali lagi saja, saya pastikan, kamu gak akan kenal saya lagi..
Janji sama gw, lo itu masih bisa menatap lurus ke depan..


Persetan dengan apa yang saya tumpahkan. Biar yang tak tahu menerka, berkata saya berlebihan. Biarkan. Mungkin benar saya terlalu berpikir rumit, namun percayalah.. hanya orang tolol, tak bermoral, dan tak beradab.. yang bisa dengan tenang melupakan bahkan menganggapnya sudah selesai begitu saja dalam sekejap mata. Lalu kembali menekuni hari dengan riang gembira, fuh!

Oom, minta kerja oom.. Daripada saya mati bunuh diri.. -__________-"


♪ I hope you know, I hope you know
That this has nothing to do with you
It's personal, myself and I
We've got some straightenin' out to do
And I'm gonna miss you like a child misses their blanket
But I've got to get a move on with my life
It's time to be a big girl now 
And big girls don't cry ♪

[Fergie: Big Girls Don't Cry]
Thursday, December 22, 2011

Who am i? I am NOTHING!


Dahulu, di hari suci pada Bulan November beberapa tahun silam. Saya temukan sosok tak berbobot, berjalan menunduk dan membenci hidup. Tapi kala itu, saya lihat pantulan utuh yang tercermin. Akan menikmati surya terbenam di ujung lautan, juga ketakutan akan sepi. Sosok itu sangat malu-malu, hati-hati, juga perasa. Dan ketika ia mengajak saya memutar Bumi, saya menghindar. Dengan alasan keberanian, penegakkan kepala, juga keteguhan hati.

Lama waktu berselang, sosok itu tumbuh. Dari yang menunduk menjadi sekuat matahari. Tapi, tetap sama, perasaannya masih selembut bunga dandelion yang rapuh berhembus ditiup angin. Saya tersenyum, sosok itu berkembang menjadi besar. Juga mendapati kesungguhannya terhadap seorang penyabar, lembut, dan ringkih. Saya amati berbulan-bulan, merekatkan yang retak, ikut tertawa saat yang tak boleh jadi direstui. Saya, pihak luar yang melihat, membangun, dan tak meminta apapun.

Musim berganti, entah apa saja yang berganti disana. Yang semula setipis serbuk bunga menjadi menebal sekeras karang. Yang semula biasa berjalan kaki, menjadi lupa susahnya berjalan kaki ketika diberi kemudahan alat transportasi. Saya rangkum semua kabar angin, saya masukkan kabar yang murni dari hati. Bahwa sosok itu masih tulus, dan semakin besar. Yang kukagumi diam-diam, dan sudah. Kuamati lagi dia berlari.

Kepercayaan, selama bertahun-tahun tentang mengenali. Yang membuat saya memberikan nilai yang begitu besar. Salah besar satu kali, saya bangkitkan yang terjatuh, saya usap yang bersedih. Saya tunda, berbulan lamanya, dengan mencampuradukkan rasa keinginan memutar Bumi dan keikhlasan. Dengan mempertimbangkan semua akan baik-baik saja bila bersama. Saya percaya, seyakin itu, bahwa garis tangan saya tak akan bercabang lagi. Hanya menunjuk ke utara, seterusnya. Dengan kompas tak kasat mata juga cahaya mercusuar yang tak lelah menunjukkan arah. Saya percaya, Demi Allah, seyakin itu. Saya, masuk, dan tak lagi menjadi pihak luar. Kini saya terlibat.

Namun laksana roller-coaster yang naik dan turun, rupanya tak mudah. Terlampau jauh bedanya, mengamati dengan turun tangan. Yang dulu saya yakini hal baik yang menjadi dasar, berbuah kecewa. Yang dulu saya dukung karena kebaikan, berbuah salah paham. Pemahaman, penerimaan, juga pengertian akan apa yang salah, menjadi sangat sulit, apabila dirasakan dari dalam. Tapi kembali lagi, saya percaya, dan seyakin itu, terhadap sesosok lembut berhati mulia. Saya pegang semua janji, manis dan mengembangkan sayap. Bahwa saya jatuh cinta. Bahwa sesukar apapun, saya rela memutar Bumi. Saya patok ia di puncak tertinggi, saya sembah ia sebagai Dewa. Sebagai pusat kehidupan, sebagai calon anak laki-laki pertama yang selalu dinantikan sosok nomor satu di dunia. Titik.

Lalu, saya salah.. Salah besar.
Tiba-tiba tercantum sebuah nama, sebagai alasan di balik gak pulang-pulang dalam perjuangan hidup juga mati. Nama yang tak pernah saya duga, yang tak pernah saya cap buruk meski wanita-wanita itu iya. Yang selalu saya ikut tersenyum, menggoda sayang, bahkan lega saat membaca tulisan berbunga-bunga. Yang baru saya ketahui belakangan, bersama darah yang mengalir, akibat sosok yang selalu saya bagi. Ya.. si bunga dandelion. Yang kini kering seperti kaktus. Tak berperasaan, kasar laksana batu kali.

Dia, yang mungkin tak menganggap saya siapa-siapa karena lagi-lagi hanya mengamati dari kejauhan. Yang semula lugu, mengalir mengikuti arus. Dipermainkan ombak, lalu tumbuh dewasa. Menjadi hobby hidup tak beraturan. Menjadi hobby menjelajahi tempat tinggi. Menjadi hobby, bekerja di pagi buta, ditemani bercangkir bijih kopi. Sempurna. Entah siapa, wajar kan kalau sekarang saya berpikiran negatif, merasa risih dan diam-diam mengerutkan kening lalu bertanya, kepada siapa kamu bercermin?

Lantas kemudian selalu saya tepis pikiran konyol itu cepat. Saya katakan, bahkan kepadanya, bahwa selama dia tak lelah menghadapi kami, untuk menjadi kotak sampah dan kaleng bocor, lebih dari cukup. Itu jauh lebih dari cukup. Mungkin, hingga saat itu, saya anggap dia satu-satunya. Meski yang lain menjauh pergi dan melontarkan basa-basi, selama dia tak pergi, saya merasa berarti. Saya merasa, utuh..

Dan pada akhirnya, pada siapa yang tak akan pernah saya curigai. Pada siapa yang tak akan pernah saya salahkan. Pada siapa yang tak akan pernah saya abaikan. Yang selalu saya tanyai, saya ceritai, saya jujuri. Hancur pada suatu malam dimana, saya benar-benar merasa sendirian.

Hingga, pada sore hari yang lagi-lagi mengisyaratkan hujan lebat. Saya temukan ia, menghibur bunga dandelion yang tak lagi saya kenal. Kenapa, pada akhirnya, selalu sosok itu yang menangis, dan ditemani?

Kali ini, saya paham benar.
Meski bertahun-tahun, tak akan pernah lagi saya percaya dan yakin. Juga sok-sok menjadi tameng orang lain.
Meski bertahun-tahun, tak akan pernah lagi saya tersenyum untuk orang lain.
Cukup..

Saya tak akan lagi kepedean, atau gede rasa, untuk mempedulikan lagi yang lain. 
Tidak akan.
Karena ternyata, saya bukan siapa-siapa.
Saya.. nothing.



Erin: I really thought that we were something.
Garrett: We were. We were something.

[Going the Distance (2010)]
Tuesday, December 20, 2011

Beringin



Saya capek, disuruh kuat.

Saya benci, dikatakan kuat.
Saya muak, mensugesti diri sendiri, bahwa saya tidak pernah lemah.

Ibaratnya saya berdarah, hebat dan tak berhenti.
Lalu banyak orang berkata hal-hal positif, yang saya tahu. Sungguh.
Bahwa saya harus tetap menyebrangi lautan dengan berenang sekuat tenaga, saya tahu.
Bahwa masih banyak belahan dunia yang masih bisa saya jelajahi, masih luas, saya tahu.
Bahwa saya harus apatis, harus amnesia, harus selayaknya matahari yang tak lelah bersinar, saya tahu.
Bahwa itu salah, untuk tak lagi gampang percaya, oh God saya tahu!
Saya tahu, dan kelak menuju kesana.

Tapi please, sekalipun saya terluka, saya tidak pernah menghentikan lari saya. Saya sembuh secepat Avatar. Semakin saya sakit, semakin cepat lari saya, semakin membuat saya baik-baik saja. Tapi kali ini, please.. tolong mengerti. Saya kali ini berdarah, lho. Saya terluka parah, lho. Parah, dan ini sakit.

Saya tetap berusaha berenang mengarungi samudera. Saya tetap begitu. Tapi tolong, ini perih, ini sakit, sangat tak tertahankan.

Saya hanya merasa.. sendirian. Dan bukan siapa-siapa.
Bahwa oke saya kuat, katakanlah saya mampu bangkit sendiri. Tapi sama sekali bukan berarti, ketika saya terjatuh ke tempat yang sangat dalam, orang-orang hanya cukup meneriaki saya dari atas. Untuk sabar, untuk kuat, untuk.. ikhlas.
Ya, saya sabar. Ya, saya kuat. Ya, saya ikhlas. Puas kelian, PUAS?

Hingga pada akhirnya, pada suatu sore yang gerimis. Saya berkali-kali berkata bahwa lompat dari ketinggian hanya akan membuat saya masuk koran. Sudah, itu saja.. hidup saya berhenti. Saya yakinkan bahwa, itu tidak boleh.. tidak bisa. Karena, saya bertugas mengantarkan harapan pada daratan. Dan saya harus tetap hidup, saya harus tetap berenang.

Teringat pada suatu momen, ketika semua orang menghunuskan pedang pada saya, saya paham. Bahkan saya siap menyerahkan tameng satu-satunya yang saya punya untuk melindungi apa yang ada di balik kerumunan orang-orang. Saya paham, saya bertahan, saya melewati itu semua. Dan ketika terulang lagi, dengan posisi yang bertukar, kenapa.. lagi-lagi saya yang dihunuskan pedang? Kenapa, lagi-lagi saya yang harus menyerahkan tameng? Kenapa.. pada akhirnya, ketika bahkan meski saya merasa ingin membentak atau merusak tapi saya tidak bisa.. semua orang hanya memastikan apa yang tidak mungkin bisa saya lakukan, dan pada akhirnya saya hancur sendirian?

Saya, bersumpah.. sekalipun tidak pernah dengan sengaja bermaksud terlibat dalam persekutuan menjatuhkan oranglain meski saya benci. Sekalipun tidak pernah, berkasak-kusuk secara sengaja meski saya juga tidak suka. Saya selalu berusaha menghadapi dengan mata, bukan dengan punggung. Bagian mana, yang saya lakukan, yang bisa membuat setega itu? Karena saya kuat kah? Karena saya stabil kah? Tidak.. itu bukan alasan. Sama sekali bukan, itu NOL besar. Karena sekalipun pohon beringin kuat diterpa badai, ia tetap butuh sinar matahari dan juga air, untuk membuat dia bertahan.

CUKUP. Satu yang saya minta.
Biarkan saya meringis, biarkan saya menangis.
Biarkan saya hancur, dan bangkit sendirian.
Seperti yang kalian bilang.. saya bebal, saya keras, saya harus dibuat jera. Titik.

Ah kamu ngaco, sama payahnya dong? Kamu harus lebih baik. Jangan pernah lagi tunjukkan kamu butuh, kamu berharap, atau gakbisa apa-apa. Itu pecundang, gak ada yang bisa diharapkan. Keep off from him. Ignorant dan decisive, ucapkan selamat tinggal. Bahwa i'm fine without you..

Hidup kamu ditentukan diri kamu sendiri. Satu hal, "Tidak berputus asa seseorang terhadap rahmat Allah melainkan orang kafir".. Malu mungkin ada bagusnya, asal jangan putus asa..

I am your pride.. you can keep my word.. 
I promise you.. 
I'm always there.. 
When your heart is filled with sorrow.. and despair..

...


In a little while.. I'll be gone..
The moment's already passed.. Yeah, it's gone..
I'm not here.. This isn't happening.. I'm not here.. I'm not here..


Hilang. Hilang.
There you go, ASSHOLE! Najesanjesanjeng, grok~

Salah satu hal dari yang paling SAPI yang saya dapatkan,
"Terus temen-temen lu diem aja gitu? Fak, ospeknya cupu sih.. Coba maneh angkatan gw.."
Hahaha. "Cupu" aja lewat, apalagi nggak?
Doublecombofakdemhard: 8 FEBRUARI!!!





We could have had it all
Rolling in the deep
You had my heart inside your hand
And you played it to the beat


[Adelle: Rolling in The Deep

Friday, December 16, 2011

Karma



.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"maaf ya ndut.."
.
.
-SKIP-


***

Ini cerita..tentang sebuah apel.
Yang merah meranum,segar dipandang,dan mewangi.
Apel ini senang bercerita,pada kumbang,kunang-kunang,juga ulat.
Tentang angkuh menawannya,tinggi pohonnya,manis dagingnya.
Hingga tak sadar,dahan sang apel tergerogoti sedikit demi sedikit,lalu BUM! 
dia jatuh ke tanah.
Tanah yang keras dan berbatu,dan terciptalah ia.
Apel yang tak sempurna bulat.Dan kusam.

Sang angkuh pun mengkerut. 
Bahwa ia sudah jatuh,dan takkan pernah ada yang mau memakannya.
Hingga datanglah seorang penggembala domba,yang lapar.
Satu gigitan,dia tersenyum.
Dua gigitan,dia bahagia.
Hingga tiba pada gigitan terakhir, bagian apel yang benyek akibat benturan.
Dia mengernyitkan dahi.

Lalu dia berkata.
"Terimakasih apel,sudah mengenyangkan perutku. Tapi maaf,aku tak bisa memakan bagian yang lain. Ini asam,ini pahit,ini tidak enak."
Dia kembalikan apel hati-hati di sebuah dahan. Lalu pergi,bersiul riang karena kenyang.

Namun apel tak lagi sama,yang ranum tinggal kerangka.
Angin kencang pun datang,lalu BUMBUM!
Kombo duo dia lagi terjatuh,dan terguling.
Tanah keras,batu-batu,dan..naas,jurang.

Sang apel yang sedih,juga kecewa,kembali angkuh.
Air manisnya sudah kering tentu,juga daging yang renyah.
Namun dia bertahan hidup dalam jurang.
Yang papa kehidupan. Yang hanya ada suara jangkrik di kejauhan.
Dia disana. Hingga tiba saatnya membusuk,dan mati.

***

Kamu pelita,yang lagi ada.
Yang menyala karena cinta,dan kasih sayang.

Kamu pelita,yang menemaniku sekian pekan.
Namun tak kujaga benar,dan kusiram dengan kesedihan.

Kamu pelita,tetap pelita.
Yang ingin kulindungi dengan pengharapan,dengan kesiapan,dengan ketetapan hati.

Namun aku gagal. Kembali gagal.
Kuobati perih dengan kekerasan jiwa. Keyakinan bahwa kuat tak pernah pergi.

Meski tak sanggup aku,kini tak sanggup.
Kurelakan kamu hai pelita,untuk menyala di tempat lain.
Karena aku tak bisa,dan mungkin tak pernah bisa lagi.
Menemukan tempat untuk pulang.
Kembali,karena pulang hanya akan membuatmu padam lebih parah dari ini.

***


Monday, December 12, 2011

Kubebaskan :)


Entah apa yang sedang terjadi pada tubuh saya akhir-akhir ini. Mungkin, ini adalah efek adaptasi cuaca yang tidak mengenakkan, atau juga terpengaruh efek "homesick"?

Setiap hari saya pulang ke rumah dengan rasa lelah dan penat yang luar biasa. Migrain, limbung, dan demam di malam hari..sudah biasa bagi saya. Saya, termasuk individu yang tidak terbiasa mengonsumsi obat. Tidur ialah obat mujarab bagi saya. Pagi hari akan membuat saya segar, berenergi, dan refresh seperti sediakala. Pergi ke dokter juga bukan alternatif saya. Mungkin saya terlalu arogan untuk mengatakan pada diri saya bahwa saya sesakit itu, atau mungkin takut. Entahlah, saya bagaikan pengecut yang bersembunyi untuk membuka pintu dan melihat apakah mawar di halaman rumah masih merah atau sudah layu.

Tiga hari ini, saya bersikap seperti orang panik yang bodoh. Saya bersikap seolah kehilangan arah. Saya takut pingsan, saya takut ditemukan orang terjatuh di jalan yang tak seorang pun mengenali saya. Saya takut, perawat berkata pada saya bahwa saya harus beristirahat panjang dna kehilangan masa depan.

What a pathetic, saya tahu. Tapi saya selalu berulang kali mengatakan pada diri sendiri bahwa saya sekuat kuda liar, saya baik-baik saja. Bahwa keanehan pada diri saya hanya sementara dan di suatu pagi.. saya akan bangun dengan kepala yang ringan, malas bangun seperti biasanya, tetapi masih sanggup untuk berlari kecil dan menyapa sepasang Golden Retriever yang berjalan santai.. bersepeda menuju sevel, atau bahkan berenang dan terjun bebas dari ketinggian 5meter. Saya mampu dan saya percaya, bahwa tubuh lemah ini hanya akan bercokol satu hingga dua hari lagi.

Yang lebih menyedihkan ialah, saya sempat mengiba. Meminta pertolongan pada yang saya anggap bertanggungjawab pada semua ini. Saya memelas pada sejenis virus. Saya bertanya, mengharap kepedulian agar si virus mengerti apa yang terjadi. Namun sebagaimana virus yang merasuk seenaknya, ia tak memiliki hati. Dia hanya mau tahu apakah tubuh saya kebal atau tidak untuk dia masuki, untuk dia buat menjadi rusak. Dia hanya singgah sesekali untuk mengecek sistem, merencanakan selanjutnya, tidak bertindak apa-apa, dan berulang beribu kali. Dan ketika dia mengetahui bahwa antibodi saya lebih tangguh daripada crane setinggi sekian kaki, dia akan pergi. Bahwa saya rupanya baik-baik saja.

Dan inilah saya pada Minggu pagi di Bulan Desember. Sesekali berharap, namun kemudian kembali beraktifitas dan meyakinkan diri saya kuat, juga lebih pintar. Untuk mengetahui bahwa tidak ada satu pun yang bisa dipercayai, bahkan janji untuk memastikan saya baik-baik saja.

Cukup saya menjalani hari dengan bekerja sungguh-sungguh, independen, dan tidak bekebergantungan dengan orang lain. Bertahanlah, diri sendiri. Suatu hari nanti saya akan menuju rumah, yang tidak akan membuat saya berhenti bermimpi. Tapi membuat mimpi itu menjadi sesuatu yang nyata. Yang bisa dipelihara hingga dewasa, dan pada suatu pagi akan selalu menyapa dengan senyuman juga kata-kata.. bahwa saya dicintai.

Selamat pagi, Ibukota! :)

Tahun depan, seorang luarbiasa merencanakan akan menikah. Dengan beberapa harapan. Saya berjanji akan berusaha hadir seberapapun sulitnya, memelukmu erat di hari bahagia itu. Tapi tolong mengerti, mungkin, saya tidak bisa mengabulkan yang satu lagi.. untuk datang tidak dengan sendirian. Saya harap kamu mengerti.. :)

P.S.:
(hasil pembicaraan dengan seorang tua)

1. Bebaskanlah,
2. Melunaklah,
3. Bersungguh-sungguhlah,
4. Bertindaklah karena kamu lelaki. :))

Jangan pernah meminta perubahan, tapi terima semua perubahan..
Jangan menunggu, jangan menuntun, tapi temani di samping..
Terakhir..TERSENYUMLAH~

Okee.. See you?

Friday, December 9, 2011

Api


Disini,
Musik ialah.. irama sol sepatu beraturan yang terburu. Ialah irama detik jam yang tak luput dari tatapan gelisah. Klakson yang berdentum, ritme bicara berletup dengan media komunikasi, juga siulan para muda-mudi. Musik ialah meski kau berkeringat, bermuka padam, dan tersiksa.. namun kamu masih bisa tersenyum.. menikmati melodi.

Karena meski kau teledor dan buntu,
ada saja yang menunjukkan jalan ketika tersesat..
memperingatkan saat berjalan terlalu tengah..
menggedikkan kepala tanda memeberi kesempatan kamu menyeberang di keramaian..
Ucapan hati-hati, persilahkan duduk, juga petuah orang-orang tua.
Bahwa meski kau akui kejam, tapi semua terasa ringan karena nikmat.

Saat pemusik jalanan menari,
Saat yang resah bisa kau buat terang dengan ingatanmu yang payah,
Saat kau bangga menjadi seorang gentleman diantara para pria dengan bertukar duduk dengan seorang ibu & anaknya dalam sebuah bus penuh sesak,
Saat kau lihat yang hitam dan putih..
Namun lagi-lagi kau bisa tersenyum, karena kau.. hidup.

Kau hidup.

Meski kau merasa harus menjadi api, maka bersyukurlah.
Karena kamu berguna.
Kamu bersusah payah mencari bahan bakar, untuk menerangi.
Kamu bertahan dalam badai, untuk menghangatkan.
Kamu menyala di tumpukan salju, untuk melindungi.
Untuk bersinar, untuk membakar, dan membahagiakan.

Berbanggalah hai kamu,
yang masih mau mencari cadangan minyak bumi, gas alam, atau batu bara.. untuk menjadi api, selama kau dibutuhkan.. :)

Karena aku tak butuh anginmu untuk membuatmu besar.
Karena aku api, yang selalu berusaha memiliki bahan bakar sendiri.
Bahkan untuk membuatmu nyaman dalam sebuah tenda dingin di puncak hujan es.. agar kamu tenang, dan tidak mati..

Ah Ibu, hanya teringat engkau dan adik saat melihat mereka.. Semoga disana, saat kau kesulitan.. selalu ADA, tangan baik yang membantumu. Meski aku tak daya, namun seperti katamu Ibu.. badai pasti berlalu. Berlalu.. SEGERA.

Dan, untuk secercah pelita yang menunggu menyala..
Bersabarlah, kumohon jangan marah bila kupadamkan lagi nanti.
Agar kusiapkan tempat lilin yang cantik, yang kuat, yang sempurna..
Agar kau bisa menyala, besar dan besar..
Untuk menjadi api, yang hidup bersama air, angin, dan Bumi.
Api yang bahagia, karena membahagiakan dan dibahagiakan seisi semesta.
Juga jangan pernah salah paham, hei I ALWAYS LOVE YOU! :D



♪ I set fire to the rain,
And I threw us into the flames
Well, it felt something died
'Cause I knew that there was the last time, the last time, oh, oh!

Let it burn
Let it burn
Let it burn  

[Adele: Set The Fire To The Rain]
Sunday, December 4, 2011

Tiket Kereta


Ini muak namanya. Sungguh.
Saya muak dengan kamu yang mementingkan kamu sendiri.
Saya muak dengan manisan kamu yang resistan.
Dengan janji-janji, yang pada akhirnya kau tepati karena harus.

Lebih baik digugurkan saja janji itu.
Daripada kau menebak dan tak tenang untuk sesuatu yang tak kau senangi.
Aku sudah terbiasa, sudah cukup, dengan janji yang kau ingkari.

Mau satu atau nol..maka akan tetap menjadi nol.
Karena sama saja artinya ketika rasamu tak lagi ada. :D

Saya sudah belikan kamu tiket kereta. Tidak akan saya tagih lagi.
Biar kuhilangkan sendiri jika memang ada yang tertinggal. Cukup.
Saya lelah berteman dengan sedih.
Tuesday, November 29, 2011

Jacob Black ♥♥♥


Teringat perbincangan masa lalu dengan seorang spesial, tentang mengapa Swan memilih Cullen dan bukan Black. Hmm.
Karena.. Jika bersama Jacob, Bella nya akan terus main-main sayang..

Nope. Kamu harus lihat episode yang ini, bahwa Mr. Black bisa mengesampingkan egonya. Hanya demi membuat dia baik-baik saja. Sweet~ :)

Kind is my middle name..


I could see that now — how the universe swirled around this one point. 
I'd never seen the symmetry of the universe before, but now it was plain.
The gravity of the earth no longer tied me to the place where I stood.
It was the baby girl in the blonde vampire's arms that held me here now.
Renesmee.

[Jacob Black: Breaking Dawn]

Sunday, November 27, 2011

Tak Cukup Sekali



Seorang genit pernah bertanya kepada saya,

"Jika ada 3 orang, dua diantaranya bermain-main, dan satu lainnya sungguh posesif.. kenapa orang sukanya dengan yang posesif?"
Lalu saya refleks menjawab,
"Uhm.. Mungkin karena posesif itu tandanya serius, makanya dia memilih yang itu.. 
Iya gak sih?"
Dan si genit tersenyum manggut-manggut, entah apa artinya..

Ya, memang begitu. Atau mungkin hanya terlihat begitu.. 

Katanya ini kisah yang mirip.
Tentang terbagi, tentang butuh tantangan, juga berat meninggalkan. 
Tapi percayalah, itu salah teman..
Jangan pernah berpindah karena suatu yang akan hilang akan waktu. 
Tapi berpindahlah karena kamu percaya akan suatu yang bertambah bersama waktu.
Ini.. tentang menggubah lagu, bukan mencoba ritme yang berbeda. :)

Memang tak cukup satu kali. Untuk sadar benar2 jatuh ketika telah diterbangkan sangat tinggi. Benang layangannya putus, Kapten! :D




♪ And I know
I may end up failing too.
But I know
You were just like me with someone disappointed in you ♪

[Linkin Park: Numb]
 

Blog Template by BloggerCandy.com